Pengertian
Psikologi Transpersonal
Noesjirwan (2000) mengartikan
Psikologi Transpersonal sebagai suatu pembelajaran terhadap pengakuan,
pemahaman, dan pembuktian kepercayaan dengan melakukannya secara sadar,
mempersatukan antara spiritual (batin, jiwa) dan transenden (luar kesanggupan
manusia).
Sutich (dalam Noesjirwan, 2000)
menyatakan bahwa psikologi transpersonal adalah istilah kekuatan dalam bidang
psikologi, kemampuan tertinggi manusia yang tidak dipelajari secara sistematis
oleh psikologi perilaku atau teori-teori psikoanalisis yang klasik maupun yang
oleh psikologi humanistik.
Psikologi transpersonal memperhatikan
ilmu yang empiris dan penerapan dari penemuan-penemuan yang berkaitan dengan
pengaktualisasian diri, transendentasi diri, kesadaran kosmis,
fenomena-fenomena transendental yang dialami perorangan-perorangan atau
sekelompok orang, melihat potensi manusia secara utuh, menyeluruh dan menggali
potensi manusia yang terdalam.
Objek
Kajian Psikologi Transpersonal
Noesjirwan (2000) menyebutkan obyek
psikologi transpersonal sedikitnya memuat antara lain sebagai berikut :
a.
Keadaan
–keadaan kesadaran
b.
Potensi-potensi
tertinggi atau terakhir
c.
Melewati
ego atau pribadi ( trans-ego)
d. Transendensi dan
Spiritual
PSIKOLOGI
EKSISTENSIALISME
Psikologi Eksistensial atau sekarang berkembang dengan nama
psikologi Humanistik atau psikologi holistic berawal dari kajian filsafat yang
diawali dari Sorean Kierkigard tentang eksistensi manusia. Sebelum
psikologi modern membuka dirinya pada pemikiran (school of thought)
berbasis emosi dan spiritual yang transenden, psikologi terlebih dahulu
dipengaruhi oleh ide-ide humanistik. Psikologi humanistik berpusat pada diri,
holistik, terobsesi pada aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme mengenai
kekuatan manusia untuk mengubah diri mereka sendiri dan masyarakat. Terdapat
gerakkan eksistensialisme pada abad 19 yang dikemukakan oleh seorang filsuf
bernama Søren Kierkegaard. Dalil utama
dari eksistensialisme adalah keberadaan (existence) individual manusia
yang dialami secara subjektif.
Istilah eksistensi berasal
dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti
bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah in hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi
manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi,
mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau
“menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang bersaha
memahami kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam
situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa
ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen
yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya,
kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam
(suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi
manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang
menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Manusia tidak dapat
dipisahkan sebagai manusia individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu
kesatuan dengan lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia
(individu) tidak mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia
tidak mungkin ada tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan
saling menciptakan (co-constitutionality), karena manusia dengan dunianya memang tidak
bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan
tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual, oleh karena sebab itu tidak
mungkin bisa memahami manusia tanpa memahami dunia tempat eksistensi manusia,
melalui dunianyalah maka makna eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain.
Sebaliknya individu memberi makna pada dunianya, tanpa diberi makna oleh
individu maka dunia tidak ada sebagai dunia.
Psikologi eksistensial adalah ilmu pengetahuan empiris
tentang eksistensi manusia yang menggunakan
metode analisis fenomenologis dimana para
eksistensialis berusaha untuk memahami
dan bukan menerangkan gejala-gejala. Psikologi eksistensial bertentangan
dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal
dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi.
Ludwig
Binswanger
Lahir di Kreuzlingen,
Swiss tanggal 13 April 1881. Ia lahir di tengah keluarga yang memiliki tradisi kedokteran dan
psikiatrik kuat. Kakeknya adalah pendiri Belleuve Sanatorium di Kruezlingen pada tahun
1857
sedangkan ayahnya
Robert adalah direktur Sanatorium tersebut. Ludwig meraih gelar sarjana
kedokteran dari University of Zurich tahun 1907, beliau sempat
belajar pada Eugen Bleuler ( psikiater Swiss yang terkemuka ) dan pada Jung.
Kemudian pada tahun
1911, Binswanger diangkat menjadi direktur medis Belleuve sanatorium.
Binswanger berhenti menjadi direktur
Sanatorium setelah menduduki posisi tersebut selama 45 tahun.
Ia juga menjalin persahabatan seumur hidup dengan Freud. Ia menjadi pelopor
pertama yang menerapkan fenomenologi pada psikiatri. Binswanger mendefinisikan
analisis eksistensial sebagai analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia
yang aktual, tujuannya adalah untuk rekonstruksi pengalaman batin. Dia terus melakukan studi dan
menulis sampai meninggal pada tahun 1966.
Medard Boss
Lahir
di St. Gallen, Swiss, pada tanggal 4 Oktober 1903, Medard Boss dibesarkan di
Zurich selama waktu ketika Zurich merupakan pusat aktivitas psikologis. Ia
menerima gelar dokter dari Universitas di sana pada tahun 1928, mengambil waktu
sepanjang jalan untuk belajar di Paris dan Wina dan dianalisis oleh Sigmund
Freud sendiri.
Setelah
empat tahun di rumah sakit Burgholzli, sebagai asisten Eugen Bleuler, ia
melanjutkan studi di Berlin dan London, di mana beberapa orang guru berada di
lingkaran Freud seperti Karen Horney dan Kurt Goldstein. Dimulai pada
tahun 1938, ia menjadi terkait dengan Carl Jung, yang mengungkapkan ke Boss
bahwa kemungkinan psikoanalisis tidak terikat dalam interpretasi Freudian.
Seiring
waktu, Boss membaca karya Ludwig Binswanger dan Martin Heidegger. Terjadi
pertemuan, pada tahun 1946, dan berakhir dengan persahabatan bersama Heidegger
yang mengubahnya untuk menjadi seorang psikolog eksistensial. Dampak Boss
pada terapi eksistensial telah begitu besar sehingga ia sering disebutkan
bersama-sama dengan Ludwig Binswanger sebagai salah seorang pendiri nya. Boss
meninggal 21 Desember 1990 pada umur 87 tahun.
Prinsip
Eksitensi dalam Psikologi
Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan perilaku
sebagai akibat perangsangan dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam
manusia.
Psikolog eksistensial mengganti konsep
kausalitas dengan konsep motivasi. Motivasi selalu mengandaikan pemahaman
terhadap hubungan sebab akibat. Contohnya jendela yang ditutup oleh angin. Tidak ada hubungan sebab akibat
dalam eksistensial manusia, hanya ada rangkaian urutan tingkah laku tetapi
tidak bisa menurunkan kausalitas dari rangkaian tersebut. Sesuatu yang terjadi
pada seorang anak-anak bukan penyebab dari tingkah lakunya kemudian sebagai
seorang dewasa. Peristiwa yang terjadi mungkin memiliki makna eksistensi yang
sama akan tetapi tidak berarti peristiwa
A menyebabkan peristiwa B.
Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan dan juga
bukanlah makhluk yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan
dorongan-dorongan. Manusia memiliki
kebebasan untuk memilih, dan hanya ia sendiri yang bertanggungjawab terhadap eksistensinya.
Manusia dapat mengatasi baik lingkungan maupun badan fisiknya apabila ia memang
memilih begitu. Apa saja yang
dilakukannya adalah pilihannya sendiri. Orang sendirilah yang menentukan akan
menjadi apa dia dan apa yang akan dilakukannya.
Lalu apakah pengaruh eksistensialisme terhadap psikologi?
Psikologi eksistensial ini menjabarkan psikologi yang dilandaskan pada fakta
primordial dari dunia pribadi yang bermakna yang menjadi sasaran dari segenap
aktivitas. Salah satu dalil dasar yang
mendasari psikologi eksistensial adalah setiap manusia unik dalam kehidupan
batinnya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi terhadap
dunia. Perhatiannya adalah pada
kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman
pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia
dan di antara sesamanya. Intinya dari perspektif ini adalah melihat manusia secara keseluruhan sebagai
subjek.
Struktur
Eksistensi
1. Ada-di-Dunia
(Dasein)
Merupakan dasar fundamental dalam psikologi eksistensial.
Seluruh struktur eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini. Ada-di-dunia
(Dasein) adalah keseluruhan eksistensi manusia, bukan merupakan milik atau
sifat seseorang. Sifat dasar dari Dasein adalah
keterbukaannya dalam menerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam
kehadirannya. Orang
tidak memberikan arti pada objek melainkan objek itu sendiri akan mengungkapkan
artinya kepada orang jika orang terbuka untuk menerimanya.
Manusia tidak memiliki eksistensi
terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Dunia dimana manusia memiliki eksistensi
meliputi 3 wilayah, yaitu:
a. Umwelt (dunia biologis, “lingkungan”)
Dunia
objek di
sekitar kita, dunia natural. Yang termasuk dalam umwelt diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis,
dorongan-dorongan, naluri-naluri, yakni dunia yang akan terus ada, tempat dimana kita harus menyesuaikan
diri. Akan tetapi umwelt tidak
diartikan sebagai “dorongan-dorongan” semata melainkan dihubungkan dengan
kesadaran
diri manusia.
b. Mitwelt (“dunia bersama”)
Dunia perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain.
Di
dalamnya terdapat perhubungan berupa
interaksi manusiawi yang mengandung makna. Dalam perhubungan
tersebut terdapat perasaan-perasaan
seperti cinta dan benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai
sesuatu yang bersifat biologis semata.
c. Eigenwelt (“dunia milik sendiri”)
Adalah manusia
itu sendiri termasuk badannya.
2. Ada-melampaui-Dunia
(kemungkinan-kemungkinan dalam manusia)
Analisis eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan
tidak memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia,
ingin melampaui dunia. Akan tetapi, Binswanger tidak mengartikan
ada-melampaui-dunia sebagai dunia lain melainkan mau mengungkapkan begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk
mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia baru. Istilah
melampaui/mengatasi dunianya dikenal juga dengan transendensi yang merupakan
karakteristik khas dari eksistensi manusia serta merupakan landasan bagi
kebebasan manusia.
Karena hanya dengan
mengaktualisasikan kemungkinan-kemungkinan tersebut ia dapat menjalani
kehidupan yang otentik,
apabila ia menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkianan yang penuh dari
eksistensinya atau membiarkan dirinya dikuasai oleh orang-oarang lain atau oleh
lingkungannya, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang tidak
otentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.
3. Dasar
Eksistensi
Manusia dapat hidup
dengan bebas, akan tetapi bukan berarti tanpa adanya batas-batas. Salah
satu batas adalah dasar eksistensi dimana
orang-orang “dilemparkan”.
Kondisi “keterlemparan” ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia
yang menjadi dasarnya, merupakan nasibnya. Contoh :
seseorang dilahirkan sebagai perempuan tetapi ia menolaknya dengan demikian ia
memilih cara ada di dunia dengan tidak autentik. Hukuman
dari ketidakautentikan ini yaitu perasaan bersalah. Suatu eksistensi
autentik dirancang dengan cara mengenali dasar eksistensi. Semakin keras orang berkeras kepala menolak keterlemparannya maka semakin kuat pula pengaruh keterlemparan
itu. Keterlemparan juga diartikan sebagai keadaan
diperdaya oleh dunia, dengan akibat orang-orang menjadi terasing dari dirinya sendiri.
4. Rancangan
Dunia
Rancangan dunia adalah istilah
Binswanger untuk menyebut pola yang meliputi cara ada di dunia seorang individu.
Rancangan dunia seseorang menentukan
cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri
sifat dan simpton macam mana yang akan dikembangkannya.
Batas-batas dari rancangan mungkin
sempit, dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas.
Contohnya rancangan sekitar kebutuhan yang dibangun oleh pasien akan
kontinuitas. Segala sesuatu yang merusak kontinuitas seperti pemisahan akan
menimbulkan kecemasan yang hebat. Perpisahan dengan orangtua dapat menimbulkan
kecemasan karena kontinuitas hubungan diputuskan.
Binswanger mengamati bahwa jika rancangan dunia dikuasai
oleh sejumlah kecil kategori, maka ancamannya akan lebih cepat dialami
dibandingkan bila rancangan dunia terdiri dari bermacam-macam kategori. Pada
umumnya, orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.
5. Cara-cara Ada Dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada di dunia, setiap cara
merupakan Dasein memahami, menginterpretasikan, dan mengungkap
dirinya. Binswanger
berbicara tentang cara dwirangkap yang dicapai oleh dua
insan yang saling jatuh cinta.
Seorang individu yang hidup untuk dirinya sendiri memilih suatu cara tunggal
dalam eksistensi sedangkan orang
yang menjadikan dirinya tenggelam diantara orang banyak memilih dengan cara
anonimitas. Biasanya
orang tidak hanya memiliki satu cara eksistensi, tetapi banyak.
6. Eksistensial
Boss tidak berbicara tentang cara-cara ada di dunia dengan
arti sama seperti yang dikemukakan oleh Binswanger. Boss lebih membicarakan
mengenai sifat-sifat yang melekat pada eksistensi manusia, sifat
sifat yang melekat itu disebut eksistensial.
Yang paling penting dibicarakan oleh
Boss yaitu spasialias, temporalitas, dan, eksistensi dalam dunia milik bersama,
dan suasana hati atau
penyesuaian.
1.
Spasialitas
eksistensi, keterbukaan dan kejelasan merupakan
spasialitas (tdk diartikan dalam jarak) yang sejati dalam dunia manusia.
Contoh si A tinggal beredekatan dengan si
B yang jarak rumahnya hanya bersebelahan, akan tetapi bisa jadi si A ini
jauh lebih dekat dengan temannya yang ada 100 km jaraknya antara mereka.
2.
Temporalitas eksistensi
(waktu,
bukan
jam)
waktu selalu ada dalam dunia untuk digunakan
/
dihabiskan
manusia untuk sebagaimana dikehendaki orang. Waktu sangat penting bagi
manusia. Waktu dapat diperluas maupun dipersempit. Contohnya saja jika orang
berkata “saya hanya punya waktu satu menit”. Waktu juga dapat didatakan jika kita mengatakan “sekarang”, ”dahulu” dan sebagainya.
3.
Badan
(ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi manusia)
Badan tidak terbatas pada apa yang ada dalam kulit tetapi meluas sepanjang
hubungan individu
dengan dunia. Boss berbicara tentang perpanjangan badan dalam cara-cara ada di dunia. Batas batas badan
berhimpitan dengan atas batas keterbukaan saya terhadap dunia.
4.
Eksistensi dalam manusia milik
bersama (manusia selalu berkoeksistensi atau
tinggal bersama orang lain dalam dunia yang sama)
5.
Suasana hati atau penyesuaian
(apa yang diamati dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati saat
itu).
Dinamika
Eksistensi
Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan tingkah laku
sebagai akibat dari perangsang dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam
manusia. Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan dan juga bukanlah makhluk
yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan.
Akan tetapi ia memiliki kebebasan untuk memilih dan hanya ia
sendiri yang bertanggung jawab terhadap eksistensinya. Apa saja yang dilakukannya
adalah pilihannya sendiri, orang sendirilah yang menentukan akan menjadi apa
dia dan apa yang akan dilakukannya.
Perkembangan
Eksistensi
Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah
konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi
selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri.
Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua
kemungkinan Dasein.
Menjadi orang dan menjadi dunia selalu berhubungan, keduanya
merupakan mitra menjadi (co-becoming, Strauss). Orang menyingkap
kemungkinan-kemungkinan dari eksistensinya melalui dunia, dan sebaliknya dunia
tersingkap oleh orang yang ada di dalamnya. Manakala bila yang satu tumbuh dan
berkembang maka yang lainnya harus tumbuh dan berkembang begitu
pula sebaliknya apabila yang satu terhambat maka yang lainnya juga terhambat. Bahwa kehidupan
berakhir dengan kematian sudah merupakan fakta yang diketahui oleh setiap
orang.
Terapi
Inti terapi eksistensial adalah hubungan antara terapi
dengan kliennya. Hubungan ini disebut pertemuan. Pertemuan adalah kehadiran
asal satu Dasein kehadapan Dasein yang lain, yakni sebuah “ketersingkapan” satu
Dasein terhadap yang lainnya. Berbeda dengan terapi-terapi formal, seperti
terapi gaya Freud, atau terapi-terapi yang “teknis”, seperti terapi gaya
behavioris, para terapis eksistensial sepertinya ingin terlibat intim dengan
Anda. Saling beri dan saling terima adalah bagian paling alami dari pertemuan,
bukan untuk saling menghakimi dan memojokkan. (Boeree, C.George, 2004)
Para analasis eksistensial menyadari kompleksitas manusia
yang mereka hadapi di ruang-ruang praktek mereka. Mereka menyadari bahwa
manusia bukan hanya merupakan makhluk biologis atau fisik, melainkan juga
sebagai makhluk yang unik dan mempunyai kesadaran. Dengan perkataan lain,
manusia tidak lain adalah tubuh (organisme) yang berkesadaran. Oleh sebab itu,
mereka beranggapan bahwa pendekatan analisis eksistensial tentunya diperlukan,
karena menwarkan kejernihan analisis atas pasien-pasien mereka. Gejala manusia
dan pengalaman-pengalamannya tentu saja tidak bisa dikuantitafikasikan dan
digeneralisasi begitu saja. Perlu pengungkapan yang lebih spesifik. Analisis
eksistensial dianggap mampu melakukan tugas itu.
Dalam analisis eksistensial yang dilakukan Binswanger
sebagai metode baru yang berbeda dari metode-metode yang ada sebelumnya,
terlihat dalam kasus yang ditanganinya yaitu kasus “Ellen West” yang merupakan
salah seorang pasiennnya. Binswanger mengadakan analisis fenomenologis mengenai
tingkah lakunya dan menggunakan penemuan-penemuan tersebut untuk merumuskan
eksistensi atau cara-cara ada-di-dunia pasien tersebut. Ia menyelidiki
arsip-arsip di Sanotarium dan memilih kasus seorang gadis muda, yang pernah
berusaha untuk melakukan bunuh diri. Kasus ini menarik karena selain buku
harian, catatan-catatan pribadi dan puisi-puisinya yang penuh pesona, juga
karena sebelum dirawat di sanotarium, ia telah dirawat lebih dari dua periode
oleh para psikoanalis dan selama di sanitarium ia telah menerima perawatan dari
Bleuler dan Kraepelin. Dalam analisis eksistensial (yang tekanannya lebih pada
terapi), Binswanger pertama-tama menganalisis asumsi-asumsi yang mendasari
hakekat manusia kemudian ia berhasil sampai pada pemahaman mengenai struktur
tempat diletakkannya segenap system terapeutik. (Zainal A., 2002)
Medard Boss menggunakan analisis mimpi dalam terapinya
terhadap seorang pasien yang menderita obsesional-complusive. Pasien ini
menderita kompulsi-kompulsi untuk mencuci tangan dan membersihkan, ia sering
bermimpi tentang menara-menara gereja. Pasien ini sebelumnya telah menjalani
analisa Freudian dan menginterpretasikan isi mimpi tersebut sebagai
simbol-simbol phalik serta menjalani analisa Jungian yang menghubungkannya
dengan simbol-simbol arketif religius. Dalam dengan
Boss sang pasien menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang datang berulang-ulang
seperti ia mendekati sebuah pintu kamar mandi yang selalu terkunci. Boss
menunjukkan dalam pembahasannya tenang kasus itu bahwa pasien merasa bersalah,
karena telah mengunci beberapa potensi yang sangat penting dalam dirinya. Ia
mengunci baik kemungkinan-kemungkinan pengalaman badaniahnya maupun
spiritualnya atau aspek “dorongannya” dan aspek “tuhannya”, semua itu
dilakukannya untk melarikan diri dari semua masalah yang dihadapinya.
Menurutnya pasien merasa bersalah bukan semata-mata bahwa ia mempunyai rasa
bersalah. Pasien tidak menerima dan tidak memasukkan kedua aspek tersebut ke
dalam eksistesinya, maka ia merasa bersalah dan berhutang pada dirinya. Pemahaman
mengenai rasa bersalah tidak ada hubungannya dengan sikap menilai (“judgmental
attitude”), yang perlu dilakukan hanyalah memperhatikan kehidupan dan
pengalaman pasien secara sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat.
Kelemahan
dalam Psikologi Eksistensial
Salah satu kritik terhadap psikologi eksistensial adalah
ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominasi
filsafat, justru psikologi eksistensial secara terang-terangan menyatakan
kemuakkannya terhadap positivisme dan determinisme. Para psikolog di Amerika
yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikologi dari filsafat jelas menentang
keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa
psikologi eksistensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan
jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang
telah diperjuangkan dengan begitu susah payah.
Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh
kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa
yang
diinginkannya. Jika benar, maka konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas
psikologi yang berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat
deterministik.
Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh
prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat
terbatas. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993)
Banyak psikolog dan sarjana psikologi baik dalam maupun luar
negeri mempertanyakan keberadaan analisis eksistensial. Yang mereka pertanyakan
menyangkut dasar-dasar ilmiah dari analisis eksistensial. Psikologi sebagai
ilmu telah lama diupayakan untuk melepaskan diri dan berada jauh dari filsafat.
Psikologi harus merupakan suatu science (ilmu pasti alami) yang independent.
Padahal, analisis eksistensial mengeritik ilmu (science) dan mengambil manfaat
dari filsafat (fenomenologi dan eksistensialisme). Atas dasar itu, banyak
sarjana psikologi yang bertanya, apakah analisis eksistensial relevan dengan
perkembangan ilmu psikologi modern?
Jawaban
atas pertanyaan itu tergantung pada pemahaman kita tentang manusia. Siapakah
atau apakah manusia itu? Apakah manusia pada dasarnya hanya merupakan bagian
dari organisme dan atau dari materi (aspek fisik kehidupan)? Jika kita memahami
manusia sebgaimana para behavioris atau psikoanalis memahaminya, yakni bahwa
manusia pada dasarnya merupakan bagian dari organisme atau materi, maka
analisis eksistensial tampaknya tidak diperlukan. Cukup dengan pendekatan
kuantitatif dan medis, dengan eksperimen dan pembedahan otak musia, maka kita
sudah cukup mampu memahami dan menyembuhkan individu (manusia) yang bermasalah
(patologis). Namun, dalam praktek atau kenyataan, kita menyaksikan bahwa
manusia ternyata jauh lebih kompleks dari sekedar organisme dan materi. (Zainal
A., 2002)
Metode Penelitian
1.
Analisis
Fenomenologis
Metode ini menggambarkan pengalaman dalam bahasa
pengalaman yang konkret atau dengan kata lain kosa kata yang digunakan diambil
dari kosa kata sehari-hari bukan merupakan istilah-istilah teknis atau kosa
kata yang baru.
Di dalam metode penelitian ini, para fenomenolog tidak
mencari unsur-unsur tetapi mereka berusaha menggambarkan pengalaman langsung
yang ada di dalam kesadaran. Penilaian dari hasil metode ini bergantung pada
peneliti karena cara orang menggambarkan suatu pengalaman berbeda antara orang
awan dan seorang fenomenolog yang berpengalaman.
Van Kaam merupakan salah satu tokoh psikologi
eksistensialis yang berasal dari Belanda, mengemukakan beberapa cara untuk memvalidasi
hasil dari analisis fenomenologi, yaitu:
a.
Validasi
Intrasubjektif
Tahapan
ini termasuk yang paling sering digunakan untuk memvalidasi hasil dari analisis
fenomenologi. Cara kerja dari tahapan ini, yaitu peneliti melakukan komparasi
antara tingkah laku yang sama dengan lingkungan yang beragam jika terdapat
konsistensi dalam komparasi tersebut maka hasil dari analisis fenomenologi
dapat di validasi. Sebagai contoh disertasi Van Kaam yang menggunakan tahapan
ini untuk experience of being understood.
Sejumlah
besar murid sekolah menengah dan mahasiswa disuruh mengingat kembali
situasi-situasi dimana mereka merasa bahwa mereka dipahami oleh orang lain dan
mendeskripsikan bagaimana perasaan mereka dalam setiap situasi. Deskripsi ini
kemudian disusun menjadi sebuah daftar dan menghilangkan hal-hal yang sama.
Hasilnya, terdapat 157 deskripsi yang kemudian disaring kembali dan
menghasilkan 9 klasifikasi dari pengalaman mereka.
b.
Validasi
Intersubjektif
Tahapan
di mana beberapa fenomenolog yang terlatih secara terpisah menggambarkan gejala
yang sama dan kemudian membandingkan hasil-hasilnya.
c.
Eksperimental
Menguji
hipotesis yang diturunkan dari analisis fenomenologi. Validasi eksperimental
bersifat langsung karena tidak membuktikan deskripsi fenomenologi tersebut.
TEORI
KEPRIBADIAN VIKTOR FRANKL
Salah satu
bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang
mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos
= makna). Pandangan ini berprinsip:
1.
Hidup
memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
2.
Tujuan
hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
3.
Kita
memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami
bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.
Frankl
mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi
Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan
penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda,
yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar
biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan
seseorang memberi makna pada hidupnya.
Logoterapi ini
sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan
situasi-situasi berikut ini:
a. Ketika seseorang
menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari
Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di
Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang
penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya
bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia
disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang
yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b. Makna muncul
ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika
seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran
kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari
Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi
namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan
istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk
keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan
memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan
kembali makna hidupnya.
c. Ketika seseorang
merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata
tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu
makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun.
Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita
dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d. Ketika kita
dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang
bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan
berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk
memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang
luar biasa dalam hidupnya.
e.
Ketika
kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia
fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang).
Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan
kita.
TEORI KEPRIBADIAN ANDRAS ANGYALL
1.
Biografi
Singkat Andras Angyal
Angyal lahir di Hungaria (1902-1960).
Beliau mendapatkan gelar Ph. D. di Universitas Wina dalam bidang filsafat.
Belau juga mendapatkan gelar di bidang ilmu kedokteran dari Universitas Turin
pada tahun 1932. Pada tahun 1932, beliau berimigrasi ke Amerika Serikat dan
bekerja di Universitas Yale. Kemudian beliau pindah ke Worcester State Hospital di Massachusetts menjadi psikiater disana.
Angyal mengemukakan istilah biosphere dalam bukunya Foundations for a Science of Personality (1914).
Biosfer inilah yang menjadi inti dari teori kepribadian Angyal.
2.
Struktur
Biosphere
Angyal menyatakan bahwa biosphere
adalah suatu keseluruhan antara organisme dan lingkungan yang masing-masing
tidak bisa dipisahkan. Masing-masing memiliki suatu keterkaitan yang susunannya
dapat dibedakan. Ahli psikologi harus menentukan garis pemisah yang dapat
membedakan susunan tersebut.
Organisme dan lingkungan, yang
secara teknis disebut subjek dan objek, merupakan hal terpenting dalam
biosphere yang harus bisa ditentukan garis pemisahnya oleh ahli psikologi.
Seluruh dinamika kehidupan merupakan kejadian dalam biosphere yang disebabkan
oleh interaksi antara organisme dan lingkungan. Dalam hal individu,
bagian-bagian dalam biosphere disebut sistem.
A.
Sistem-Sistem
Biosphere
Untuk
menganalisis psikologis, Angyal menggunakan analisis sistem-sistem, yang
berarti analisis bagian-bagian dari biosphere
(1)
Plastisitas
sistem (bagian) biosphere
Plastisitas menurut KBBI memiliki
arti kemampuan makhluk untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan tempat tumbuh
(lingkungan) yang baru. Maka plastisitas suatu sistem biosphere dapat diartikan
kemampuan biosphere dalam menyesuaikan diri di suatu tempat yang baru.
Lawan dari plastis adalah tegar. Di
dalam sistem biosphere yang tegar, sistem tersebut kuat sehingga tidak dapat diubah.
Kejadian yang timbul karena sistem biosphere yang tegar akan selalu sama,
bersifat otomatis dan kurang disadari, dan pengaruh terhadap sistem atau
bagian-bagian biosphere lainnya sedikit.
Sedangkan pada sistem yang plastis
bagian-bagian biosphere lebih fleksibel, dan dapat mempengaruhi bagian
biosphere yang lain.
(2)
Taraf
diferensiasi (tingkat pembedaan)
Suatu bagian biosphere terdiri atas
bagian-bagian yang taraf pembedaannya bermacam-macam. Diferensiasi bagian dari
keseluruhan terjadi apabila suatu tugas yang rumit membutuhkan pembagian kerja
dengan bagian yang lain. Bagian yang terdiferensiasi perlu dikoordinasikan
dengan menggunakan prinsip self-expansion.
B.
Kelengkapan
dan Posisi
Bagian-bagian biosphere harus memiliki
kelengkapan dan posisi, yang berarti bagian biosphere harus merupakan kesatuan
yang dapat berdiri sendiri; suatu bagian memiliki peran yang tidak terlepas
dari peran bagian lain.
C.
Dimensi-dimensi
Struktur Kepribadian
(1)
Dimensi
vertikal
Dimensi vertikal dimulai dari
perilaku yang nampak sampai ke perilaku yang tidak nampak (permukaan biosphere
sampai ke inti biosphere. Kejadian-kejadian yang nampak merupakan ekspresi dari
kejadian yang tidak nampak, atau dapat diartikan bahwa kejadian lahiriah
merupakan manifestasi dari kejadian batiniah. Contoh : tertawa merupakan
ekspresi dari sikap ketertarikan, dan ketertarikan ini merupakan dorongan untuk
mengenal lebih dekat, dan seterusnya. Tujuan dari tingkah laku ini untuk
mendapatkan kepuasan kondisi biosphere saat terpenuhinya suatu kebutuhan dalam
inti kepribadian.
(2)
Dimensi
progresif
Progres atau rangkaian tindakan
lahiriah atau kontinuitas tindakan lahiriah.
(3)
Dimensi
transvers
Dimensi transvers adalah hubungan
tindakan-tindakan yang berlainan menjadi kesatuan tingkah laku yang memiliki
arti saling berkaitan.
Contoh : Saya
mengerjakan tugas. Saya mengerjakan tugas untuk mendapatkan nilai dari dosen
saya (dimensi vertikal). Tugas ini sebagai langkah untuk perkembangan saya
sebagai seorang yang bependidikan (dimensi progresif). Mengerjakan tugas ini
juga menggambarkan hubungan dari berbagai tindakan lain yang telah dipelajari
di masa lalu.
D.
Diri
Simbolis
Manusia dapat membuat
pengertian-pengertian mengenai dirinya sendiri. Diri simbolis adalah
keseluruhan dari pengertian-pengertian mengenai diri sendiri. Namun, Angyal
memperingatkan bahwa diri simbolis manusia tidak selalu merupakan gambaran yang
sebenarnya dari organisme tersebut, mungkin gambaran palsu. Dalam keadaan
tersebut, apabila individu dikuasai oleh diri simbolisnya, dia jadi bertingkah
laku sesuai dengan gambaran mengenai dirinya (yang palsu, apabila palsu).
Tingkah lakunya tersebut akan tidak serasi dengan kebutuhan dirinya yang
sebenarnya.
3.
Dinamika
Biosphere
Dinamika biosphere terjadi karena adanya energi dari tegangan-tegangan yang
timbul antara kutub pada lingkungan dan kutub pada organisme. Sedangkan
tegangan tersebut ada karena kedua kutub yang saling berusaha untuk mendekati
satu sama lain.
Individu mengembangkan dirinya
(mengekspasi diri) dengan mengambil unsur-unsur dalam lingkungan dan memperluas
dirinya dengan menghasilkan hal tertentu untuk lingkungannya.
Jalan
ke arah otonomi (determinasi) merupakan cara individu menguasai lingkungan
dan menjadikan lingkungan beradaptasi dengan dirinya. Seperti dorongan saat
individu berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingannya dengan menyangkutkan
lingkungan dengan kebutuhannya. Didasari oleh fase input, yaitu fase yang mengadaptasikan lingkungan.
Jalan
ke arah homonomi
(penundukan diri) merupakan hal yang mendorong individu untuk beradaptasi
dengan lingkungan dan turut serta pada hal-hal di luar dirinya. Individu
bergabung dengan kelompok sosial, dengan alam, atau kekuatan supra natural.
Homonomi merupakan wujud kebutuhan memiliki status sosisal, cinta pada alam,
rasa keagamaan, dan sebagainya. Didasari oleh fase output, yaitu produktivitas.
4.
Dinamika
Sistem
(1)
Timbul
dan Bekerjanya Tegangan
Tegangan mungkin timbul pada suatu bagian
yang kemudian mempengaruhi keseluruhan, atau tegangan mungkin timbul pada
keseluruhan yang mempengaruhi bagian-bagian. Tegangan yang timbul pada suatu
bagian tidak bisa langsung mempengaruhi bagian yang letaknya jauh (yang
terdekat dulu kemudian yang terjauh).
(2)
Mekanisme
Setting dan Mekanisme Shifting
Suatu bagian dapat berfungsi untuk lebih
dari satu bagian. Contoh mekanisme
setting, kemampuan bernalar yang kuat dapat berfungsi dalam mengerjakan
soal-soal fisika dan matematika, menghitung probabilitas, mengaitkan suatu
kejadian dengan kejadian lain, dan sebagainya.
Mekanisme
shifting adalah bagian mekanisme setting yang dihubungkan dengan
bagian-bagian mekanisme setting lainnya yang telah terbentuk digunakan untuk
memenuhi kebutuhan. Maka apabila individu mengerjakan suatu tugas, bebagai
bagian akan dikoordinasikan dengan mekanisme setting tersebut (Kemampuan nalar,
daya ingat, sikap, sifat, dan sebagainya).
(3)
Persaingan
di antara Sistem
Banyaknya energi untuk menjalankan suatu
bagian (sistem) terbatas. Terjadi persaingan antara satu sistem dengan sistem
lainnya apabila ada bagian yang sama di waktu yang bersamaan dibutuhkan oleh
sistem yang berbeda. Kemungkinan perebutan suatu bagian ini akan memiliki
beberapa akibat :
a.
Sistem
yang lebih kuat akan melakukan tekanan terhadap sistem yang lebih lemah.
Tekanan tersebut akan menimbulkan
b.
gejala
seperti kegugupan, kelelahan, kecemasan, dan sebagainya.
c.
Apabila
sistem yang hendak dikalahkan dapat mengalahkan sistem yang kuat (sistem yang
dominan), maka seseorang akan melakukan hal yang tak sesuai dengan yang
seharusnya (kesalahan, kecelakaan, dan sebagainya).
d.
Apabila
sama kuat, maka akan mengakibatkan desintegrasi dan kekaburan tingkah laku.
(4)
Segregasi
Sistem
Keutuhan biosphere dapat terganggu oleh segregasi (pemisahan) suatu sistem,
sehingga sistem sulit berhubungan dengan sistem lainnya. Segregasi dapat
terjadi pada tiga dimensi kepribadian :
(i)
Segregasi
vertikal merupakan pemecahan antara tindakan lahiriah dengan tindakan batiniah
sehingga terjadi tingkah laku yang kurang serasi, seperti kecerobohan, melagak,
konformitas yang berlebihan, dan sebagainya.
(ii)
Segregasi
progresif menimbulkan frustasi, yang mencegah individu bergerak lebih dekat ke
arah tujuan.
(iii)
Segregasi
pada dimensi transvers mengakibatkan perbuatan-perbuatan yang kurang memiliki
koordinasi.
(5)
Peristiwa
Bionegatif
Bionegatif adalah saat satu atau lebih
proses dalam bagian mengganggu mengganggu fungsi keseluruhan organisme.
Contohnya saat seorang berusaha menyelesaikan masalah, ketakutan merupakan hal
bionegatif.
(6)
Trauma
Lingkungan mungkin memberikan trauma
terhadap organisme.
5.
Perkembangan
Kepribadian
Angyal melihat kepribadian sebagai
sesuatu yang selalu berkembang, yang merupakan pola yang didalamnya terdapat
unsur-unsur masa lampau, masa kini, dan masa depan. Kepribadian merupakan pola
organisasi yang berkembang seiring pertambahan waktu. Masa lampau dapat berubah
nilainya apabila mendapatkan nilai dan posisi baru dalam biosphere. Pengalaman
masa lalu yang dihayati sebagai hal yang sangat menyakitkan, dapat menjadi hal
yang dinilai sangat berharga di masa sekarang, karena telah memberikan individu
pelajaran untuk menghadapi problematika di masa kini. Harapan di masa mendatang
pun dapat berubah seiring dengan perkembangan individu. Perkembangan bukan
hanya rangkaian episode dimana tegangan akan kebutuhan timbul dan dipuaskan,
melainkan ada tujuannya.
Menurut Angyal, inti rancangan hidup
seseorang adalah keinginan untuk menjadikan keberadaannya sebagai sesuatu yang
berarti, yang akan memberikan kesatuan dan keutuhan yang sempurna bagi
hidupnya.
Perkembangan kepribadian terjadi
pada tiga dimensi seperti yang sebelumnya pernah disebutkan, diantaranya :
a.
Dimensi
vertikal, individu berkembang ke luar dan ke dalam.
b.
Dimensi
progresi, meningkatnya efisiensi dan produktivitas.
c.
Dimensi
transvers, koordinasi tingkah laku bertambah baik.
Angyal menggambarkan kehidupan
terbagi atas fase-fase. Suatu fase ditentukan oleh masalah hidup tertentu yang
memiliki arti pada masa tertentu. Tema pada fase pertama adalah masalah makan
dan tidur. Fase kedua yaitu fase penemuan lingkungan; individu belum bisa
menghadapi lingkungan secara realistis, mengaharapkan lingkungan melakukan hal
sesuai kehendaknya. Kemudian kelemahan lingkungan dapat ditemukan oleh anak
tersebut dan dia berusaha beradaptasi dengan nilai yang baru ia pelajari.
Fase-fase perkembangan manusia lebih
kurang mengandung kesamaan dalam batas lingkungan budaya tertentu dikarenakan
adanya perurutan kematangan yang sama dan standardisasi kultural. Namun tidak
mungkin seseorang dapat membuat prediksi tepat tentang seseorang karena faktor
yang mempengaruhi perkembangannya. Yang pasti adalah, semakin bertambahnya usia
individu maka individu tersebut akan semakin tegar dan kurang terbuka terhadap
pengaruh luar, sehingga tingkah lakunya dapat diprediksi.
6.
Kelemahan
Teori Angyal
a.
Konsep
Angyal tentang biosphere dipandang oleh banyak ahli kurang jelas
b.
Beberapa
pengertian seperti determinasi diri dan penundukan (penyerahan) diri oleh
banyak ahli (terutama di Amerika Serikat) dipandang terlalu spekulatif.
KESIMPULAN
Sutich
(dalam Noesjirwan, 2000) menyatakan bahwa psikologi transpersonal adalah
istilah kekuatan dalam bidang psikologi, kemampuan tertinggi manusia yang tidak
dipelajari secara sistematis oleh psikologi perilaku atau teori-teori
psikoanalisis yang klasik maupun yang oleh psikologi humanistik.
Psikologi
eksistensial adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman tentang
eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis fenomenologis. Dan
psikologi eksistensial mengganti konsep kausalitan dengan konsep motivasi.
Hidup kita di dunia ini bertujuan
untuk menemukan jati diri kita sendiri dengan menentukan pilihan-pilihan yang
ada. Walaupun terkadang kejadian dalam hidup tidak sesuai dengan rencana kita,
tetapi semua itu tetap memiliki makna yang akan memberikan kita sebuah
pengalaman.
Angyal menyatakan bahwa biosphere adalah
suatu keseluruhan antara organisme dan lingkungan yang masing-masing tidak bisa
dipisahkan. Masing-masing memiliki suatu keterkaitan yang susunannya dapat
dibedakan. Ahli psikologi harus menentukan garis pemisah yang dapat membedakan
susunan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Suryabrata,
S. (2014). Psikologi kepribadian.
Depok : Raja Grafindo Persada.
·
Abidin,
Z. (2002). Analisis eksistensial untuk psikologi dan psikiatri. Bandung:
PT Refika Aditama.
·
Ahmadi,
A. (1991). Psikologi umum. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
·
Boeree,
C. G. (2004). Personality theories. Yogyakarta.
·
Chaplin,
J. P. (1999). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.
·
Davidoff,
L. L. (1988). Psikologi suatu
pengantar. Jakarta: Erlangga.
·
Gunarsa,
S. D. (1996). Konseling dan
psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
· Hall,
C. S. & Lindzey, G. (1993). Teori-teori
holistik (organismik-fenomenologi). Yogyakarta: Kanisius.
·
Hall,
C. S. & Lindzey, G. (1993). Teori-teori
psikodinamik (klinis). Yogyakarta: Kanisius.
·
Misiak,
H. & Sexton, V. S. (1988). Psikologi
fenomenologi eksistensial dan humanistik : suatu survai historis. Bandung :
PT Eresco
·
Mujidin. (2005). Garis besar psikologi
transpersonal : pandangan tentang manusia dan metode penggalian transpersonal
serta aplikasinya dalam dunia pendidikan. Humanitas : Indonesian
Psychological Journal, 2, 54-64.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar