Sabtu, 29 Oktober 2016

TEORI KEPRIBADIAN TRANSPERSONAL



Pengertian Psikologi Transpersonal              

            Noesjirwan (2000) mengartikan Psikologi Transpersonal sebagai suatu pembelajaran terhadap pengakuan, pemahaman, dan pembuktian kepercayaan dengan melakukannya secara sadar, mempersatukan antara spiritual (batin, jiwa) dan transenden (luar kesanggupan manusia).
            Sutich (dalam Noesjirwan, 2000) menyatakan bahwa psikologi transpersonal adalah istilah kekuatan dalam bidang psikologi, kemampuan tertinggi manusia yang tidak dipelajari secara sistematis oleh psikologi perilaku atau teori-teori psikoanalisis yang klasik maupun yang oleh psikologi humanistik.
            Psikologi transpersonal memperhatikan ilmu yang empiris dan penerapan dari penemuan-penemuan yang berkaitan dengan pengaktualisasian diri, transendentasi diri, kesadaran kosmis, fenomena-fenomena transendental yang dialami perorangan-perorangan atau sekelompok orang, melihat potensi manusia secara utuh, menyeluruh dan menggali potensi manusia yang terdalam.

Objek Kajian Psikologi Transpersonal

            Noesjirwan (2000) menyebutkan obyek psikologi transpersonal sedikitnya memuat antara lain sebagai berikut :
a.       Keadaan –keadaan kesadaran
b.      Potensi-potensi tertinggi atau terakhir
c.       Melewati ego atau pribadi ( trans-ego)
d.      Transendensi dan Spiritual



PSIKOLOGI EKSISTENSIALISME

Psikologi Eksistensial atau sekarang berkembang dengan nama psikologi Humanistik atau psikologi holistic berawal dari kajian filsafat yang diawali dari Sorean Kierkigard tentang eksistensi manusia. Sebelum psikologi modern membuka dirinya pada pemikiran (school of thought) berbasis emosi dan spiritual yang transenden, psikologi terlebih dahulu dipengaruhi oleh ide-ide humanistik. Psikologi humanistik berpusat pada diri, holistik, terobsesi pada aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme mengenai kekuatan manusia untuk mengubah diri mereka sendiri dan masyarakat. Terdapat gerakkan eksistensialisme pada abad 19 yang dikemukakan oleh seorang filsuf bernama Søren Kierkegaard. Dalil utama dari eksistensialisme adalah keberadaan (existence) individual manusia yang dialami secara subjektif.
Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Dengan istilah in hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang bersaha memahami kondisi manusia sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Kondisi manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh momen yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya, kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam (suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Manusia tidak dapat dipisahkan sebagai manusia individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu kesatuan dengan lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu) tidak mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak mungkin ada tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling menciptakan (co-constitutionality), karena manusia dengan dunianya memang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan tidak ada individu tanpa ada dunia. Individu selalu kontekstual, oleh karena sebab itu tidak mungkin bisa memahami manusia tanpa memahami dunia tempat eksistensi manusia, melalui dunianyalah maka makna eksistensi tampak bagi dirinya dan orang lain. Sebaliknya individu memberi makna pada dunianya, tanpa diberi makna oleh individu maka dunia tidak ada sebagai dunia.
Psikologi eksistensial adalah ilmu pengetahuan empiris tentang eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis fenomenologis dimana para eksistensialis berusaha untuk memahami dan bukan menerangkan gejala-gejala. Psikologi eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi.

Ludwig Binswanger
Lahir di Kreuzlingen, Swiss tanggal 13 April 1881. Ia lahir di tengah keluarga yang memiliki tradisi kedokteran dan psikiatrik kuat. Kakeknya adalah pendiri Belleuve Sanatorium di Kruezlingen pada tahun 1857 sedangkan ayahnya Robert adalah direktur Sanatorium tersebut. Ludwig meraih gelar sarjana kedokteran dari University of Zurich tahun 1907, beliau sempat belajar pada Eugen Bleuler ( psikiater Swiss yang terkemuka ) dan pada Jung. Kemudian pada tahun 1911, Binswanger diangkat menjadi direktur medis Belleuve sanatorium. Binswanger berhenti menjadi direktur Sanatorium setelah menduduki posisi tersebut selama 45 tahun. Ia juga menjalin persahabatan seumur hidup dengan Freud. Ia menjadi pelopor pertama yang menerapkan fenomenologi pada psikiatri. Binswanger mendefinisikan analisis eksistensial sebagai analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia yang aktual, tujuannya adalah untuk rekonstruksi pengalaman batin. Dia terus melakukan studi dan menulis sampai meninggal pada tahun 1966.


Medard Boss
 Lahir di St. Gallen, Swiss, pada tanggal 4 Oktober 1903, Medard Boss dibesarkan di Zurich selama waktu ketika Zurich merupakan pusat aktivitas psikologis. Ia menerima gelar dokter dari Universitas di sana pada tahun 1928, mengambil waktu sepanjang jalan untuk belajar di Paris dan Wina dan dianalisis oleh Sigmund Freud sendiri.
Setelah empat tahun di rumah sakit Burgholzli, sebagai asisten Eugen Bleuler, ia melanjutkan studi di Berlin dan London, di mana beberapa orang guru berada di lingkaran Freud seperti Karen Horney dan Kurt Goldstein. Dimulai pada tahun 1938, ia menjadi terkait dengan Carl Jung, yang mengungkapkan ke Boss bahwa kemungkinan psikoanalisis tidak terikat dalam interpretasi Freudian.
Seiring waktu, Boss membaca karya Ludwig Binswanger dan Martin Heidegger. Terjadi pertemuan, pada tahun 1946, dan berakhir dengan persahabatan bersama Heidegger yang mengubahnya untuk menjadi seorang psikolog eksistensial. Dampak Boss pada terapi eksistensial telah begitu besar sehingga ia sering disebutkan bersama-sama dengan Ludwig Binswanger sebagai salah seorang pendiri nya. Boss meninggal 21 Desember 1990 pada umur 87 tahun.

Prinsip Eksitensi dalam Psikologi
Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan perilaku sebagai akibat perangsangan dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Psikolog eksistensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi. Motivasi selalu mengandaikan pemahaman terhadap hubungan sebab akibat. Contohnya jendela yang ditutup oleh angin. Tidak ada hubungan sebab akibat dalam eksistensial manusia, hanya ada rangkaian urutan tingkah laku tetapi tidak bisa menurunkan kausalitas dari rangkaian tersebut. Sesuatu yang terjadi pada seorang anak-anak bukan penyebab dari tingkah lakunya kemudian sebagai seorang dewasa. Peristiwa yang terjadi mungkin memiliki makna eksistensi yang sama akan tetapi tidak berarti peristiwa A menyebabkan peristiwa B.
Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan dan juga bukanlah makhluk yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, dan hanya ia sendiri yang bertanggungjawab terhadap eksistensinya. Manusia dapat mengatasi baik lingkungan maupun badan fisiknya apabila ia memang memilih begitu. Apa saja yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri. Orang sendirilah yang menentukan akan menjadi apa dia dan apa yang akan dilakukannya.
Lalu apakah pengaruh eksistensialisme terhadap psikologi? Psikologi eksistensial ini menjabarkan psikologi yang dilandaskan pada fakta primordial dari dunia pribadi yang bermakna yang menjadi sasaran dari segenap aktivitas. Salah satu dalil dasar yang mendasari psikologi eksistensial adalah setiap manusia unik dalam kehidupan batinnya, dalam mempersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi terhadap dunia. Perhatiannya adalah pada kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan di antara sesamanya. Intinya dari perspektif ini adalah melihat manusia secara keseluruhan sebagai subjek.

Struktur Eksistensi

1. Ada-di-Dunia (Dasein)
Merupakan dasar fundamental dalam psikologi eksistensial. Seluruh struktur eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini. Ada-di-dunia (Dasein) adalah keseluruhan eksistensi manusia, bukan merupakan milik atau sifat seseorang. Sifat dasar dari Dasein adalah keterbukaannya dalam menerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam kehadirannya. Orang tidak memberikan arti pada objek melainkan objek itu sendiri akan mengungkapkan artinya kepada orang jika orang terbuka untuk menerimanya. Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari manusia. Dunia dimana manusia memiliki eksistensi meliputi 3 wilayah, yaitu:

a. Umwelt (dunia biologis, “lingkungan”)
Dunia objek di sekitar kita, dunia natural. Yang termasuk dalam umwelt diantaranya kebutuhan-kebutuhan biologis, dorongan-dorongan, naluri-naluri, yakni dunia yang akan terus ada, tempat dimana kita harus menyesuaikan diri. Akan tetapi umwelt tidak diartikan sebagai “dorongan-dorongan” semata melainkan dihubungkan dengan kesadaran diri manusia.
b. Mitwel(“dunia bersama”)
Dunia perhubungan antar manusia dengan manusia yang lain. Di dalamnya terdapat perhubungan berupa interaksi manusiawi yang mengandung makna. Dalam perhubungan tersebut terdapat perasaan-perasaan seperti cinta dan benci yang tidak pernah bisa dipahami hanya sebagai sesuatu yang bersifat biologis semata.
c. Eigenwelt (“dunia milik sendiri”)
Adalah manusia itu sendiri termasuk badannya.

2. Ada-melampaui-Dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam manusia)
Analisis eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan tidak memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, ingin melampaui dunia. Akan tetapi, Binswanger tidak mengartikan ada-melampaui-dunia sebagai dunia lain melainkan mau mengungkapkan begitu banyak kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia yang disinggahinya dan memasuki dunia baru. Istilah melampaui/mengatasi dunianya dikenal juga dengan transendensi yang merupakan karakteristik khas dari eksistensi manusia serta merupakan landasan bagi kebebasan manusia.
Karena hanya dengan mengaktualisasikan kemungkinan-kemungkinan tersebut ia dapat menjalani kehidupan yang otentik, apabila ia menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkianan yang penuh dari eksistensinya atau membiarkan dirinya dikuasai oleh orang-oarang lain atau oleh lingkungannya, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi yang tidak otentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.

3. Dasar Eksistensi
Manusia dapat hidup dengan bebas, akan tetapi bukan berarti tanpa adanya batas-batas. Salah satu batas adalah dasar eksistensi dimana orang-orang “dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, merupakan nasibnya. Contoh : seseorang dilahirkan sebagai perempuan tetapi ia menolaknya dengan demikian ia memilih cara ada di dunia dengan tidak autentik. Hukuman dari ketidakautentikan ini yaitu perasaan bersalah. Suatu eksistensi autentik dirancang dengan cara mengenali dasar eksistensi. Semakin keras orang berkeras kepala menolak keterlemparannya maka semakin kuat pula pengaruh keterlemparan itu.  Keterlemparan juga diartikan sebagai keadaan diperdaya oleh dunia, dengan akibat orang-orang menjadi terasing dari dirinya sendiri.

4. Rancangan Dunia
Rancangan dunia adalah istilah Binswanger untuk menyebut pola yang meliputi cara ada di dunia seorang individu. Rancangan dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simpton macam mana yang akan dikembangkannya. Batas-batas dari rancangan mungkin sempit, dan mengerut atau mungkin lebar dan meluas. Contohnya rancangan sekitar kebutuhan yang dibangun oleh pasien akan kontinuitas. Segala sesuatu yang merusak kontinuitas seperti pemisahan akan menimbulkan kecemasan yang hebat. Perpisahan dengan orangtua dapat menimbulkan kecemasan karena kontinuitas hubungan diputuskan.
Binswanger mengamati bahwa jika rancangan dunia dikuasai oleh sejumlah kecil kategori, maka ancamannya akan lebih cepat dialami dibandingkan bila rancangan dunia terdiri dari bermacam-macam kategori. Pada umumnya, orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.

5. Cara-cara Ada Dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada di dunia, setiap cara merupakan Dasein memahami, menginterpretasikan, dan mengungkap dirinya. Binswanger berbicara tentang cara dwirangkap yang dicapai oleh dua insan yang saling jatuh cinta. Seorang individu yang hidup untuk dirinya sendiri memilih suatu cara tunggal dalam eksistensi sedangkan orang yang menjadikan dirinya tenggelam diantara orang banyak memilih dengan cara anonimitas. Biasanya orang tidak hanya memiliki satu cara eksistensi, tetapi banyak.

6. Eksistensial
Boss tidak berbicara tentang cara-cara ada di dunia dengan arti sama seperti yang dikemukakan oleh Binswanger. Boss lebih membicarakan mengenai sifat-sifat yang melekat pada eksistensi manusia, sifat sifat yang melekat itu disebut eksistensial. Yang paling penting dibicarakan oleh Boss yaitu spasialias, temporalitas, dan, eksistensi dalam dunia milik bersama, dan suasana hati atau penyesuaian.  
1.      Spasialitas eksistensi, keterbukaan dan kejelasan merupakan spasialitas (tdk diartikan dalam jarak) yang sejati dalam dunia manusia. Contoh si A tinggal beredekatan dengan si  B yang jarak rumahnya hanya bersebelahan, akan tetapi bisa jadi si A ini jauh lebih dekat dengan temannya yang ada 100 km jaraknya antara mereka.
2.      Temporalitas eksistensi (waktu, bukan jam) waktu selalu ada dalam dunia  untuk digunakan / dihabiskan manusia untuk sebagaimana dikehendaki orang. Waktu sangat penting bagi manusia. Waktu dapat diperluas maupun dipersempit. Contohnya saja jika orang berkata “saya hanya punya waktu satu menit”. Waktu juga dapat didatakan jika kita mengatakan “sekarang”, ”dahulu” dan sebagainya.
3.      Badan (ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan eksistensi manusia) Badan tidak terbatas pada apa yang ada dalam kulit tetapi meluas sepanjang hubungan individu dengan dunia. Boss berbicara tentang perpanjangan badan dalam cara-cara ada di dunia. Batas batas badan berhimpitan dengan atas batas keterbukaan saya terhadap dunia.  
4.      Eksistensi dalam manusia milik bersama (manusia selalu berkoeksistensi atau tinggal bersama orang lain dalam dunia yang sama)
5.      Suasana hati atau penyesuaian (apa yang diamati dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati saat itu).

Dinamika Eksistensi
Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan tingkah laku sebagai akibat dari perangsang dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan dan juga bukanlah makhluk yang terdiri dari insting-insting, kebutuhan-kebutuhan, dan dorongan-dorongan.
Akan tetapi ia memiliki kebebasan untuk memilih dan hanya ia sendiri yang bertanggung jawab terhadap eksistensinya. Apa saja yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri, orang sendirilah yang menentukan akan menjadi apa dia dan apa yang akan dilakukannya.

Perkembangan Eksistensi
Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan Dasein.
Menjadi orang dan menjadi dunia selalu berhubungan, keduanya merupakan mitra menjadi (co-becoming, Strauss). Orang menyingkap kemungkinan-kemungkinan dari eksistensinya melalui dunia, dan sebaliknya dunia tersingkap oleh orang yang ada di dalamnya. Manakala bila yang satu tumbuh dan berkembang maka yang lainnya harus tumbuh dan berkembang begitu pula sebaliknya apabila yang satu terhambat maka yang lainnya juga terhambat. Bahwa kehidupan berakhir dengan kematian sudah merupakan fakta yang diketahui oleh setiap orang.

Terapi
Inti terapi eksistensial adalah hubungan antara terapi dengan kliennya. Hubungan ini disebut pertemuan. Pertemuan adalah kehadiran asal satu Dasein kehadapan Dasein yang lain, yakni sebuah “ketersingkapan” satu Dasein terhadap yang lainnya. Berbeda dengan terapi-terapi formal, seperti terapi gaya Freud, atau terapi-terapi yang “teknis”, seperti terapi gaya behavioris, para terapis eksistensial sepertinya ingin terlibat intim dengan Anda. Saling beri dan saling terima adalah bagian paling alami dari pertemuan, bukan untuk saling menghakimi dan memojokkan. (Boeree, C.George, 2004)
Para analasis eksistensial menyadari kompleksitas manusia yang mereka hadapi di ruang-ruang praktek mereka. Mereka menyadari bahwa manusia bukan hanya merupakan makhluk biologis atau fisik, melainkan juga sebagai makhluk yang unik dan mempunyai kesadaran. Dengan perkataan lain, manusia tidak lain adalah tubuh (organisme) yang berkesadaran. Oleh sebab itu, mereka beranggapan bahwa pendekatan analisis eksistensial tentunya diperlukan, karena menwarkan kejernihan analisis atas pasien-pasien mereka. Gejala manusia dan pengalaman-pengalamannya tentu saja tidak bisa dikuantitafikasikan dan digeneralisasi begitu saja. Perlu pengungkapan yang lebih spesifik. Analisis eksistensial dianggap mampu melakukan tugas itu.
Dalam analisis eksistensial yang dilakukan Binswanger sebagai metode baru yang berbeda dari metode-metode yang ada sebelumnya, terlihat dalam kasus yang ditanganinya yaitu kasus “Ellen West” yang merupakan salah seorang pasiennnya. Binswanger mengadakan analisis fenomenologis mengenai tingkah lakunya dan menggunakan penemuan-penemuan tersebut untuk merumuskan eksistensi atau cara-cara ada-di-dunia pasien tersebut. Ia menyelidiki arsip-arsip di Sanotarium dan memilih kasus seorang gadis muda, yang pernah berusaha untuk melakukan bunuh diri. Kasus ini menarik karena selain buku harian, catatan-catatan pribadi dan puisi-puisinya yang penuh pesona, juga karena sebelum dirawat di sanotarium, ia telah dirawat lebih dari dua periode oleh para psikoanalis dan selama di sanitarium ia telah menerima perawatan dari Bleuler dan Kraepelin. Dalam analisis eksistensial (yang tekanannya lebih pada terapi), Binswanger pertama-tama menganalisis asumsi-asumsi yang mendasari hakekat manusia kemudian ia berhasil sampai pada pemahaman mengenai struktur tempat diletakkannya segenap system terapeutik. (Zainal A., 2002)
Medard Boss menggunakan analisis mimpi dalam terapinya terhadap seorang pasien yang menderita obsesional-complusive. Pasien ini menderita kompulsi-kompulsi untuk mencuci tangan dan membersihkan, ia sering bermimpi tentang menara-menara gereja. Pasien ini sebelumnya telah menjalani analisa Freudian dan menginterpretasikan isi mimpi tersebut sebagai simbol-simbol phalik serta menjalani analisa Jungian yang menghubungkannya dengan simbol-simbol arketif religius. Dalam dengan Boss sang pasien menceritakan tentang mimpi-mimpinya yang datang berulang-ulang seperti ia mendekati sebuah pintu kamar mandi yang selalu terkunci. Boss menunjukkan dalam pembahasannya tenang kasus itu bahwa pasien merasa bersalah, karena telah mengunci beberapa potensi yang sangat penting dalam dirinya. Ia mengunci baik kemungkinan-kemungkinan pengalaman badaniahnya maupun spiritualnya atau aspek “dorongannya” dan aspek “tuhannya”, semua itu dilakukannya untk melarikan diri dari semua masalah yang dihadapinya. Menurutnya pasien merasa bersalah bukan semata-mata bahwa ia mempunyai rasa bersalah. Pasien tidak menerima dan tidak memasukkan kedua aspek tersebut ke dalam eksistesinya, maka ia merasa bersalah dan berhutang pada dirinya. Pemahaman mengenai rasa bersalah tidak ada hubungannya dengan sikap menilai (“judgmental attitude”), yang perlu dilakukan hanyalah memperhatikan kehidupan dan pengalaman pasien secara sungguh-sungguh dan penuh rasa hormat.

Kelemahan dalam Psikologi Eksistensial
Salah satu kritik terhadap psikologi eksistensial adalah ketika psikologi telah diperjuangkan untuk dapat membebaskan diri dari dominasi filsafat, justru psikologi eksistensial secara terang-terangan menyatakan kemuakkannya terhadap positivisme dan determinisme. Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan kemerdekaan psikologi dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan baru dengan filsafat. Banyak psikolog merasa bahwa psikologi eksistensial mencerminkan suatu pemutusan yang mengerikan dengan jajaran ilmu pengetahuan, karena itu membahayakan kedudukan ilmu psikologi yang telah diperjuangkan dengan begitu susah payah.
Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh kalangan psikologi “ilmiah” ialah kebebasan individu untuk menjadi menurut apa yang diinginkannya. Jika benar, maka konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas psikologi yang berpangkal pada konsepsi tentang tingkah laku yang sangat deterministik. Karena jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, maka seluruh prediksi dan control akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat terbatas. (Hall, Calvin S. & Lindzey, Gardner, 1993)
Banyak psikolog dan sarjana psikologi baik dalam maupun luar negeri mempertanyakan keberadaan analisis eksistensial. Yang mereka pertanyakan menyangkut dasar-dasar ilmiah dari analisis eksistensial. Psikologi sebagai ilmu telah lama diupayakan untuk melepaskan diri dan berada jauh dari filsafat. Psikologi harus merupakan suatu science (ilmu pasti alami) yang independent. Padahal, analisis eksistensial mengeritik ilmu (science) dan mengambil manfaat dari filsafat (fenomenologi dan eksistensialisme). Atas dasar itu, banyak sarjana psikologi yang bertanya, apakah analisis eksistensial relevan dengan perkembangan ilmu psikologi modern?
Jawaban atas pertanyaan itu tergantung pada pemahaman kita tentang manusia. Siapakah atau apakah manusia itu? Apakah manusia pada dasarnya hanya merupakan bagian dari organisme dan atau dari materi (aspek fisik kehidupan)? Jika kita memahami manusia sebgaimana para behavioris atau psikoanalis memahaminya, yakni bahwa manusia pada dasarnya merupakan bagian dari organisme atau materi, maka analisis eksistensial tampaknya tidak diperlukan. Cukup dengan pendekatan kuantitatif dan medis, dengan eksperimen dan pembedahan otak musia, maka kita sudah cukup mampu memahami dan menyembuhkan individu (manusia) yang bermasalah (patologis). Namun, dalam praktek atau kenyataan, kita menyaksikan bahwa manusia ternyata jauh lebih kompleks dari sekedar organisme dan materi. (Zainal A., 2002)
Metode Penelitian
1.      Analisis Fenomenologis
Metode ini menggambarkan pengalaman dalam bahasa pengalaman yang konkret atau dengan kata lain kosa kata yang digunakan diambil dari kosa kata sehari-hari bukan merupakan istilah-istilah teknis atau kosa kata yang baru.
Di dalam metode penelitian ini, para fenomenolog tidak mencari unsur-unsur tetapi mereka berusaha menggambarkan pengalaman langsung yang ada di dalam kesadaran. Penilaian dari hasil metode ini bergantung pada peneliti karena cara orang menggambarkan suatu pengalaman berbeda antara orang awan dan seorang fenomenolog yang berpengalaman.
Van Kaam merupakan salah satu tokoh psikologi eksistensialis yang berasal dari Belanda, mengemukakan beberapa cara untuk memvalidasi hasil dari analisis fenomenologi, yaitu:
a.       Validasi Intrasubjektif
Tahapan ini termasuk yang paling sering digunakan untuk memvalidasi hasil dari analisis fenomenologi. Cara kerja dari tahapan ini, yaitu peneliti melakukan komparasi antara tingkah laku yang sama dengan lingkungan yang beragam jika terdapat konsistensi dalam komparasi tersebut maka hasil dari analisis fenomenologi dapat di validasi. Sebagai contoh disertasi Van Kaam yang menggunakan tahapan ini untuk experience of being understood.
Sejumlah besar murid sekolah menengah dan mahasiswa disuruh mengingat kembali situasi-situasi dimana mereka merasa bahwa mereka dipahami oleh orang lain dan mendeskripsikan bagaimana perasaan mereka dalam setiap situasi. Deskripsi ini kemudian disusun menjadi sebuah daftar dan menghilangkan hal-hal yang sama. Hasilnya, terdapat 157 deskripsi yang kemudian disaring kembali dan menghasilkan 9 klasifikasi dari pengalaman mereka.
b.      Validasi Intersubjektif
Tahapan di mana beberapa fenomenolog yang terlatih secara terpisah menggambarkan gejala yang sama dan kemudian membandingkan hasil-hasilnya.
c.       Eksperimental
Menguji hipotesis yang diturunkan dari analisis fenomenologi. Validasi eksperimental bersifat langsung karena tidak membuktikan deskripsi fenomenologi tersebut.


TEORI KEPRIBADIAN VIKTOR FRANKL

Salah satu bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna). Pandangan ini berprinsip:
1.      Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
2.      Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
3.      Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.
Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada hidupnya.
Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut ini:
a.       Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b.      Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.
c.       Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d.      Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa dalam hidupnya.
e.       Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita.




TEORI KEPRIBADIAN ANDRAS ANGYALL


1.      Biografi Singkat Andras Angyal

            Angyal lahir di Hungaria (1902-1960). Beliau mendapatkan gelar Ph. D. di Universitas Wina dalam bidang filsafat. Belau juga mendapatkan gelar di bidang ilmu kedokteran dari Universitas Turin pada tahun 1932. Pada tahun 1932, beliau berimigrasi ke Amerika Serikat dan bekerja di Universitas Yale. Kemudian beliau pindah ke Worcester State Hospital di Massachusetts menjadi psikiater disana.
            Angyal mengemukakan istilah biosphere dalam bukunya Foundations for a Science of Personality (1914). Biosfer inilah yang menjadi inti dari teori kepribadian Angyal.

2.      Struktur Biosphere

            Angyal menyatakan bahwa biosphere adalah suatu keseluruhan antara organisme dan lingkungan yang masing-masing tidak bisa dipisahkan. Masing-masing memiliki suatu keterkaitan yang susunannya dapat dibedakan. Ahli psikologi harus menentukan garis pemisah yang dapat membedakan susunan tersebut.
            Organisme dan lingkungan, yang secara teknis disebut subjek dan objek, merupakan hal terpenting dalam biosphere yang harus bisa ditentukan garis pemisahnya oleh ahli psikologi. Seluruh dinamika kehidupan merupakan kejadian dalam biosphere yang disebabkan oleh interaksi antara organisme dan lingkungan. Dalam hal individu, bagian-bagian dalam biosphere disebut sistem.

A.    Sistem-Sistem Biosphere

Untuk menganalisis psikologis, Angyal menggunakan analisis sistem-sistem, yang berarti analisis bagian-bagian dari biosphere

(1)   Plastisitas sistem (bagian) biosphere

            Plastisitas menurut KBBI memiliki arti kemampuan makhluk untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan tempat tumbuh (lingkungan) yang baru. Maka plastisitas suatu sistem biosphere dapat diartikan kemampuan biosphere dalam menyesuaikan diri di suatu tempat yang baru.
            Lawan dari plastis adalah tegar. Di dalam sistem biosphere yang tegar, sistem tersebut kuat sehingga tidak dapat diubah. Kejadian yang timbul karena sistem biosphere yang tegar akan selalu sama, bersifat otomatis dan kurang disadari, dan pengaruh terhadap sistem atau bagian-bagian biosphere lainnya sedikit.
            Sedangkan pada sistem yang plastis bagian-bagian biosphere lebih fleksibel, dan dapat mempengaruhi bagian biosphere yang lain.

(2)   Taraf diferensiasi (tingkat pembedaan)

            Suatu bagian biosphere terdiri atas bagian-bagian yang taraf pembedaannya bermacam-macam. Diferensiasi bagian dari keseluruhan terjadi apabila suatu tugas yang rumit membutuhkan pembagian kerja dengan bagian yang lain. Bagian yang terdiferensiasi perlu dikoordinasikan dengan menggunakan prinsip self-expansion.

B.     Kelengkapan dan Posisi

      Bagian-bagian biosphere harus memiliki kelengkapan dan posisi, yang berarti bagian biosphere harus merupakan kesatuan yang dapat berdiri sendiri; suatu bagian memiliki peran yang tidak terlepas dari peran bagian lain.

C.     Dimensi-dimensi Struktur Kepribadian

(1)   Dimensi vertikal

            Dimensi vertikal dimulai dari perilaku yang nampak sampai ke perilaku yang tidak nampak (permukaan biosphere sampai ke inti biosphere. Kejadian-kejadian yang nampak merupakan ekspresi dari kejadian yang tidak nampak, atau dapat diartikan bahwa kejadian lahiriah merupakan manifestasi dari kejadian batiniah. Contoh : tertawa merupakan ekspresi dari sikap ketertarikan, dan ketertarikan ini merupakan dorongan untuk mengenal lebih dekat, dan seterusnya. Tujuan dari tingkah laku ini untuk mendapatkan kepuasan kondisi biosphere saat terpenuhinya suatu kebutuhan dalam inti kepribadian.

(2)   Dimensi progresif

            Progres atau rangkaian tindakan lahiriah atau kontinuitas tindakan lahiriah.

(3)   Dimensi transvers

            Dimensi transvers adalah hubungan tindakan-tindakan yang berlainan menjadi kesatuan tingkah laku yang memiliki arti saling berkaitan.
Contoh : Saya mengerjakan tugas. Saya mengerjakan tugas untuk mendapatkan nilai dari dosen saya (dimensi vertikal). Tugas ini sebagai langkah untuk perkembangan saya sebagai seorang yang bependidikan (dimensi progresif). Mengerjakan tugas ini juga menggambarkan hubungan dari berbagai tindakan lain yang telah dipelajari di masa lalu.

D.    Diri Simbolis

                  Manusia dapat membuat pengertian-pengertian mengenai dirinya sendiri. Diri simbolis adalah keseluruhan dari pengertian-pengertian mengenai diri sendiri. Namun, Angyal memperingatkan bahwa diri simbolis manusia tidak selalu merupakan gambaran yang sebenarnya dari organisme tersebut, mungkin gambaran palsu. Dalam keadaan tersebut, apabila individu dikuasai oleh diri simbolisnya, dia jadi bertingkah laku sesuai dengan gambaran mengenai dirinya (yang palsu, apabila palsu). Tingkah lakunya tersebut akan tidak serasi dengan kebutuhan dirinya yang sebenarnya.

3.      Dinamika Biosphere
            Dinamika biosphere terjadi karena adanya energi dari tegangan-tegangan yang timbul antara kutub pada lingkungan dan kutub pada organisme. Sedangkan tegangan tersebut ada karena kedua kutub yang saling berusaha untuk mendekati satu sama lain.
            Individu mengembangkan dirinya (mengekspasi diri) dengan mengambil unsur-unsur dalam lingkungan dan memperluas dirinya dengan menghasilkan hal tertentu untuk lingkungannya.
            Jalan ke arah otonomi (determinasi) merupakan cara individu menguasai lingkungan dan menjadikan lingkungan beradaptasi dengan dirinya. Seperti dorongan saat individu berusaha memenuhi kebutuhan dan kepentingannya dengan menyangkutkan lingkungan dengan kebutuhannya. Didasari oleh fase input, yaitu fase yang mengadaptasikan lingkungan.
            Jalan ke arah homonomi (penundukan diri) merupakan hal yang mendorong individu untuk beradaptasi dengan lingkungan dan turut serta pada hal-hal di luar dirinya. Individu bergabung dengan kelompok sosial, dengan alam, atau kekuatan supra natural. Homonomi merupakan wujud kebutuhan memiliki status sosisal, cinta pada alam, rasa keagamaan, dan sebagainya. Didasari oleh fase output, yaitu produktivitas.

4.      Dinamika Sistem

(1)   Timbul dan Bekerjanya Tegangan

      Tegangan mungkin timbul pada suatu bagian yang kemudian mempengaruhi keseluruhan, atau tegangan mungkin timbul pada keseluruhan yang mempengaruhi bagian-bagian. Tegangan yang timbul pada suatu bagian tidak bisa langsung mempengaruhi bagian yang letaknya jauh (yang terdekat dulu kemudian yang terjauh).

(2)   Mekanisme Setting dan Mekanisme Shifting

      Suatu bagian dapat berfungsi untuk lebih dari satu bagian. Contoh mekanisme setting, kemampuan bernalar yang kuat dapat berfungsi dalam mengerjakan soal-soal fisika dan matematika, menghitung probabilitas, mengaitkan suatu kejadian dengan kejadian lain, dan sebagainya.
      Mekanisme shifting adalah bagian mekanisme setting yang dihubungkan dengan bagian-bagian mekanisme setting lainnya yang telah terbentuk digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Maka apabila individu mengerjakan suatu tugas, bebagai bagian akan dikoordinasikan dengan mekanisme setting tersebut (Kemampuan nalar, daya ingat, sikap, sifat, dan sebagainya).

(3)   Persaingan di antara Sistem

      Banyaknya energi untuk menjalankan suatu bagian (sistem) terbatas. Terjadi persaingan antara satu sistem dengan sistem lainnya apabila ada bagian yang sama di waktu yang bersamaan dibutuhkan oleh sistem yang berbeda. Kemungkinan perebutan suatu bagian ini akan memiliki beberapa akibat :

a.       Sistem yang lebih kuat akan melakukan tekanan terhadap sistem yang lebih lemah. Tekanan tersebut akan menimbulkan
b.      gejala seperti kegugupan, kelelahan, kecemasan, dan sebagainya.
c.       Apabila sistem yang hendak dikalahkan dapat mengalahkan sistem yang kuat (sistem yang dominan), maka seseorang akan melakukan hal yang tak sesuai dengan yang seharusnya (kesalahan, kecelakaan, dan sebagainya).
d.      Apabila sama kuat, maka akan mengakibatkan desintegrasi dan kekaburan tingkah laku.

(4)   Segregasi Sistem

      Keutuhan biosphere dapat terganggu oleh segregasi (pemisahan) suatu sistem, sehingga sistem sulit berhubungan dengan sistem lainnya. Segregasi dapat terjadi pada tiga dimensi kepribadian :

(i)       Segregasi vertikal merupakan pemecahan antara tindakan lahiriah dengan tindakan batiniah sehingga terjadi tingkah laku yang kurang serasi, seperti kecerobohan, melagak, konformitas yang berlebihan, dan sebagainya.
(ii)     Segregasi progresif menimbulkan frustasi, yang mencegah individu bergerak lebih dekat ke arah tujuan.
(iii)   Segregasi pada dimensi transvers mengakibatkan perbuatan-perbuatan yang kurang memiliki koordinasi.

(5)   Peristiwa Bionegatif

      Bionegatif adalah saat satu atau lebih proses dalam bagian mengganggu mengganggu fungsi keseluruhan organisme. Contohnya saat seorang berusaha menyelesaikan masalah, ketakutan merupakan hal bionegatif.

(6)   Trauma

      Lingkungan mungkin memberikan trauma terhadap organisme.

5.      Perkembangan Kepribadian

            Angyal melihat kepribadian sebagai sesuatu yang selalu berkembang, yang merupakan pola yang didalamnya terdapat unsur-unsur masa lampau, masa kini, dan masa depan. Kepribadian merupakan pola organisasi yang berkembang seiring pertambahan waktu. Masa lampau dapat berubah nilainya apabila mendapatkan nilai dan posisi baru dalam biosphere. Pengalaman masa lalu yang dihayati sebagai hal yang sangat menyakitkan, dapat menjadi hal yang dinilai sangat berharga di masa sekarang, karena telah memberikan individu pelajaran untuk menghadapi problematika di masa kini. Harapan di masa mendatang pun dapat berubah seiring dengan perkembangan individu. Perkembangan bukan hanya rangkaian episode dimana tegangan akan kebutuhan timbul dan dipuaskan, melainkan ada tujuannya.
            Menurut Angyal, inti rancangan hidup seseorang adalah keinginan untuk menjadikan keberadaannya sebagai sesuatu yang berarti, yang akan memberikan kesatuan dan keutuhan yang sempurna bagi hidupnya.
            Perkembangan kepribadian terjadi pada tiga dimensi seperti yang sebelumnya pernah disebutkan, diantaranya :
a.       Dimensi vertikal, individu berkembang ke luar dan ke dalam.
b.      Dimensi progresi, meningkatnya efisiensi dan produktivitas.
c.       Dimensi transvers, koordinasi tingkah laku bertambah baik.
                       
            Angyal menggambarkan kehidupan terbagi atas fase-fase. Suatu fase ditentukan oleh masalah hidup tertentu yang memiliki arti pada masa tertentu. Tema pada fase pertama adalah masalah makan dan tidur. Fase kedua yaitu fase penemuan lingkungan; individu belum bisa menghadapi lingkungan secara realistis, mengaharapkan lingkungan melakukan hal sesuai kehendaknya. Kemudian kelemahan lingkungan dapat ditemukan oleh anak tersebut dan dia berusaha beradaptasi dengan nilai yang baru ia pelajari.
            Fase-fase perkembangan manusia lebih kurang mengandung kesamaan dalam batas lingkungan budaya tertentu dikarenakan adanya perurutan kematangan yang sama dan standardisasi kultural. Namun tidak mungkin seseorang dapat membuat prediksi tepat tentang seseorang karena faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Yang pasti adalah, semakin bertambahnya usia individu maka individu tersebut akan semakin tegar dan kurang terbuka terhadap pengaruh luar, sehingga tingkah lakunya dapat diprediksi.

6.      Kelemahan Teori Angyal

a.       Konsep Angyal tentang biosphere dipandang oleh banyak ahli kurang jelas
b.      Beberapa pengertian seperti determinasi diri dan penundukan (penyerahan) diri oleh banyak ahli (terutama di Amerika Serikat) dipandang terlalu spekulatif.





KESIMPULAN

            Sutich (dalam Noesjirwan, 2000) menyatakan bahwa psikologi transpersonal adalah istilah kekuatan dalam bidang psikologi, kemampuan tertinggi manusia yang tidak dipelajari secara sistematis oleh psikologi perilaku atau teori-teori psikoanalisis yang klasik maupun yang oleh psikologi humanistik.
            Psikologi eksistensial adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman tentang eksistensi manusia yang menggunakan metode analisis fenomenologis. Dan psikologi eksistensial mengganti konsep kausalitan dengan konsep motivasi.
                Hidup kita di dunia ini bertujuan untuk menemukan jati diri kita sendiri dengan menentukan pilihan-pilihan yang ada. Walaupun terkadang kejadian dalam hidup tidak sesuai dengan rencana kita, tetapi semua itu tetap memiliki makna yang akan memberikan kita sebuah pengalaman.
            Angyal menyatakan bahwa biosphere adalah suatu keseluruhan antara organisme dan lingkungan yang masing-masing tidak bisa dipisahkan. Masing-masing memiliki suatu keterkaitan yang susunannya dapat dibedakan. Ahli psikologi harus menentukan garis pemisah yang dapat membedakan susunan tersebut.

           
DAFTAR PUSTAKA

Suryabrata, S. (2014). Psikologi kepribadian. Depok : Raja Grafindo Persada.
·         Abidin, Z. (2002). Analisis eksistensial untuk psikologi dan psikiatri. Bandung: PT Refika Aditama.
·         Ahmadi, A. (1991). Psikologi umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
·         Boeree, C. G. (2004). Personality theories. Yogyakarta.
·         Chaplin, J. P. (1999). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
·         Davidoff, L. L. (1988). Psikologi suatu pengantar. Jakarta: Erlangga.
·         Gunarsa, S. D. (1996). Konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
·    Hall, C. S. & Lindzey, G. (1993). Teori-teori holistik (organismik-fenomenologi). Yogyakarta: Kanisius.
·         Hall, C. S. & Lindzey, G. (1993). Teori-teori psikodinamik (klinis). Yogyakarta: Kanisius.
·         Misiak, H. & Sexton, V. S. (1988). Psikologi fenomenologi eksistensial dan humanistik : suatu survai historis. Bandung : PT Eresco
·         Mujidin. (2005). Garis besar psikologi transpersonal : pandangan tentang manusia dan metode penggalian transpersonal serta aplikasinya dalam dunia pendidikan. Humanitas : Indonesian Psychological Journal, 2, 54-64.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar