Hans Jurgen Eyesenck
A. Biografi
Hans J. Eyesenck
Hans Eysenck lahir di Jerman pada tanggal 4 Maret
1916. Ayahnya adalah seorang aktor dan bercerai dengan ibunya saat dia baru
berusia 2 tahun. Eysenck kemudian dirawat oleh neneknya. Dia hidup bersama
neneknya sampai usia 18 tahun, ketika nazi mulai berkuasa. Sebagai seorang
simpatisan Yahudi, terang saja kehidupannya terancam. Dia kemudian pindah ke
Inggris guna melanjutkan pendidikanya. Dia menerima gelar doktor di bidang
psikologi dari University of London tahun 1940. Selama Perang Dunia II, dia bertugas di Mill Hill Emergency Hospital, yaitu rumah sakit jiwa yang
merawat penderita-penderita gangguan jiwa yang terdiri dari para militer bekerja sebagai psikolog di bagian gawat darurat
perang. Disinilah berkembang pesat psikiatri sosial. Usai perang dunia kedua
selesai dia diangkat menjadi dosen mata kuliah psikologi pada Universitas London dan direktur Departemen
Psikologi pada lembaga Psikiatri, yang meliputi Mansley Hospital dan Bethlem
Royal Hospital, dan di tempat-tempat tersebutlah kebanyakan research Eysenck
dilakukan. Pada tahun 1949-1950 dia datang di Amerika Serikat sebagai guru
besar tamu di Universitas California. Pada tahun 1954 dia ditunjuk sebagai guru
besar psikologi pada Universitas London.
Pada tahun 1983, Eyesenck pensiun dari jabatannya sebagai profesor
psikologi di Institut Psikiatri University of London, dan sebagai psikiatris
senior RS Maudsley an Betlehem Royal namun, tetap menjadi profesor emeritus di
University of London sampai meninggal akibat kanker pada 4 September
1997. Eyesenck memperoleh
banyak penghargaan sepanjang hidupnya, seperti Distinguished Contribution
Award of the International Society for the Study of Individual Differences
pada 1991. APA juga memberikan penghargaan Distinguished Scientist Award
(1988), Presidential Citation for Scientific Contribution (1993), William
James Fellow Award (1994), dan Centennial Award for Distinguished
Contributions to Clinical Psychology (1996).
B.
Pengertian Kepribadian Menurut Eyesenck
Eysenck memberi definisi kepribadian sebagai berikut :
“Personality is the sum-total of actual or potential
behavior-patterns of the as determined by heredity and environment; it originates and develops throught the
functional interaction of the four main sectors into which these behavior
patterns are or the conactive sector (character), the affective sector
(temperament) , and the somatic sector (constitution)”
Corak yang khas pada
pendapat Eysenck dinyatakan secara eksplisit tentang “faktor somatis”. Hal yang
utama dalam pandangan Eyesenck mengenai tingkah laku adalah
pengertian-pengertian sifat (trait) dan
tipe (type). Sifat didefinisikan
sebagai “ an observed constellation of individual action-tendencies” dengan
kata lain sifat hanyalah suatu keajegan yang nampak (dapat diamati) di antara
kebiasaan atau tindakan yang diulang. Sedangkan definisi tipe ialah “an observed
constellation of syndrome of traits”. Jadi tipe lebih luas daripada sifat dan
mencakup sifat sebagai komponennya.
Menurut Eysenck
kepribadian adalah keseluruhan pola tingkahlaku aktual maupun potensial dari
organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola
tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari
empat sektor utama yang mengorganisir tingkahlaku; sektor kognitif
(intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament),
sektor somatik (constitution).
C.
Pendekatan Eyesenck Terhadap Riset
Pendekatan
Eyesenck dicirikan oleh penalaran hipotetiko-deduktif (terbalik dari penalaran
induktif Cattell). Artinya dia mulai dari sebuah hipotesis eksperimen yang
diambil dari sebuah teori yang sudah ada, lalu dideduksi secara logis prediksi
yang bisa dites dari hipotesis tersebut, kemudian mengumpulkan data untuk
menentukan apakah prediksi sudah akurat. Pengumpulan sejumlah besar pengukuran
dan penggunaan analisis faktor untuk mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian
yang fundamental, sifat-sifat yang akan kita lihat tersebut diasumsikan
memiliki basis-basis genetik dan biologis. Eyesenck kebanyakan menggunakan analisis faktor diawal risetnya.
Dia menggunakan prosedur tersebut untuk mengidentifikasi dan memverifikasi
komponen-komponen fundamental kepribadian.
D.
Kompromis Nomotetik-Idiografik Eyesenck
Eyesenck
memandang pendekatannya terhadap teori kepribadian sebagai kompromi ilmiah
antara metode yang murni idiografik seperti yang disarankan Allport dan metode
nomotetik yang digunakan banyak psikolog eksperimen.
E.
Analisis sifat Eyesenck
Temperamen
didefinisikan sebagai aspek emosi, motivasi dan kognitif yang tidak berkaitan
dengan bakat dari perilaku. Eyesenck tidak memasukkan kecerdasan, kemampuan
kognitif atau sifat lain yang disebut bakat di dalam definisinya
(Eyesenck,1970;Eyesenck & Eyesenck, 1985) dan sering kali dia menggunakan
istilah “kepribadian” dan “temperamen” secara bergantian. Di dalam teori
Eyesenck sifat-sifat yang penting relatif permanen memiliki akar biologis yang
jelas, dan memengaruhi apa yang disebut pada pola perilaku sekunder yang
diperoleh lewat belajar.
F.
Akar Historis Teori Eyesenck
a.
Hipotesi Jung
Jung melihat
individu introver sebagai individu penuh refleksi, cenderung menarik diri dan
berorientasi ke realitas internal atau subjektif, sedangkan individu ekstraver
suka beraktivitas di luar dan berorientasi kepada peristiwa-peristiwa
eksternal. Di buku pertamanya, Dimensions
of Personality (1947), Eyesenck melaporkan bahwa pasien-pasien psikiatris
dideskripsikan oleh dua tipe independen utama atau super faktor yaitu neurotisme (N vs stabilitas) dan ekstraversi (E vs introversi). Jika
neurotiknya tinggi maka individu cenderung bersifat cemas, depresi, merasa
bersalah, kepercayaan diri rendah dan seterusnya. Bila tingkat ekstraversinya
tinggi individu cenderung suka bergaul, bersemangat, asertif dan mencari
sensasi. Di buku keduanya, The Scientific
of Personality (1952), Eyesenck memberi perhatian kepada perbedaan antara
pasien yang ada di rumah sakit dengan individu yang sehat. Ia menyimpulkan
bahwa superfaktor yang ketiga, psikotisme
(P) harus ditambahkan kepada N dan E untuk melengkapi deskripsi tentang
kepribadian. Sifat-sifat yang berkorelasi di dalam superfaktor psikotisme ialah
agresivitas, dingin, egosentrik, impuls dan lainnya. Eyesenck dan
Eyesenck(1985) menyatakan bahwa, demi membuktikan P,E,N memiliki basis biologi,
ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu : (1) data harus membuktikan
pewarisan atau kontribusi genetik; (2) observasi harusmengonfirmasi sifat-sifat
yang sama dengan P,E,N ; (3) bukti P,E,N harus ditemukan di banyak budaya yang
berbeda ; dan (4) P,E,N harus terbukti stabil di sepanjang waktu.
Teori Eyesenk
tidak berfokus pada perkembangan sifat-sifat selama bayi dan kanak-kanak, namun
ia lebih menitikberatkan basis-basis genetik P,E,N. sebuh sikap hanya
menyediakan sebuah kecenderungan untuk bersikap dengan suatu cara dan perilaku
tidak bisa sekedar muncul tanpa stimulus lingkungan yang tepat. Bagi Eyesenck
perkembangan kepribadian diarahkan oleh sifat bawaan genetis maupun dipengaruhi
oleh faktor-faktor lingkungan. Sifat kepribadian memengaruhi jenis situasi yang
ditemukan bertentangan, dihindari seperti jika kita menikmatidan mencari jenis
situasi yang tidak bertentangan karena sifat memandu kita mengarah ke
lingkungan tertentu dan menjauh dari lingkungan tertentu juga.
b.
Pengaruh Historis Tambahan
Eyesenck
mengapresiasi Hipokrates (460-377 SM) dan dokter Yunani kuno Galen (130-200 SM)
karena pengaruh mereka di dalam pemikiran tentang kepribadian selama
berabad-abad (Eyesenck&Eyesenck, 1985). Hipokrates yakin manusia terdiri
atas empat unsur : bumi, udara, api dan air. Kemudian keempat unsur tersebut diasosiasikan
dengan cairan tubuh : bumi dengan empedu hitam, udara dengan empedu kuning, api
dengan darah dan air dengan lendir. Galen kemudian mengaitkan pemikiran
Hipokrates tersebut dengan temperamen manusia.
· Jika lebih dominan darah, manusia akan memiliki
kepribadian sanguinis yaitu hangat, optimis dan menyenangkan.
· Jika dominan empedu hitam, manusia akan cenderung
berkepribadian melankolis yaitu mudah cemas dan depresi.
· Jika dominan empedu kuning, cenderung mengekspresikan
kepribadian koleris yaitu mudah senang, cepat marah dan suka menegaskan diri.
· Jika dominan lendir, maka manusia akan memiliki
kepribadian flegmatis yaitu lamban, malas dan kalem.
Pandangan
Eysenck berhubungan dengan Hipocrates dan Gallen yang membagi empat tipe
kepribadian dasar :
· Tinggi N dan
Rendah E : tipe Melankolis
· Tinggi N dan
Tinggi E : tipe Koleris
· Rendah N dan
Tinggi E : tipe Sanguinis
· Rendah N dan
Rendah E : tipe Plegmatis
G.
Pokok-Pokok Teori Eysenck
Dia tidak membatasi diri pada bidang dan cara yang
sudah dipakai oleh ahli-ahli yang lebih dahulu, tetapi menggunakan berbagai
metode yang belum dipakai oleh ahli-ahli sebelumnya, yang dipandangnya dapat
mengenai sasaran. Dia mengkombinasikan tradisi ahli-ahli psikologi Inggris yang
dengan baiknya menggunakan metode kuantitatif dengan studi mengenai
gejala-gejala kepribadian dalam rangka psikiatri. Inti pandangan Eysenck dalam
psikologi dapat dicari sumbernya pada keyakinanannya bahwa pengukuran adalah
fundamental dalam segala kemajuan ilmiah, dan bahwa dalam lapangan psikologi
sebenarnya orang belum pasti tentang hal “apa” yang sebenarnya diukur. Jadi,
Eysenck yakin bahwa taksonomi atau klasifikasi tingkah laku adalah langkah
pertama yang menentukan dan bahwa analisi factor adalah alat yang paling memadai
untuk mengejar tujuan ini. Di dalam usaha menggunakan analisis factor ini dia
mengembangkan suatu metode, yaitu criterion analysis. Metode ini adalah
kombinasi daripadaa proposition testing atau metode hypothetico deductive
dengan teknik analisis faktor.
H.
Hierarki Faktor-Faktor Pengorganisasian Perilaku
Kepribadian
sebagai organisasi tingkahlaku oleh Eysenck dipandang memiliki empat tingkatan
hierarkis, berturut-turut dari hierarki yang tinggi ke hierarki yang rendah:
1.
Hirarki tertinggi : Tipe, kumpulan dari
trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
2.
Hirarki kedua : Trait, kumpulan kecenderungan
kegiatan, kumpilan respon yang
saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi
kepribadian yang penting dan permanen.
3.
Hirarki ketiga :Habitual Rsponse kebiasaan tingkah laku atau berfikir, kumpulan respon
spesifik, tingkahlaku/fikiran yang
berulang-ulang terjadi kalau individu menghadapi kondisi atau situasi yang
sejenis.
4.
Hirarki terendah : Spesific Response, tingkah laku yang secara aktual dapat diamati, yang
berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
I.
Dimensi Kepribadian Eyesenck
Setiap individu
memiliki kepribadian yang diwariskan secara genetis, yaitu melalui DNA. Bukti
ini diperkuat dengan gagasan mengenai temperamen anak. Temperamen didefinisikan
sebagai karakter anak yang telah ada sejak lahir dan merupakan warisan dari
kedua orangtua (Papalia, & Olds, & Fredman, 2007). Kepribadian
organisme lebih ditentukan oleh faktor keturunan atau hereditas, namun faktor
lingkungan juga berkontribusi terhadap kepribadian (Eysenck, 1998). Penelitian
korelasional dan eksperimen yang dilakukan oleh Eysenck pada akhirnya
melahirkan 3 dimensi kepribadian, yaitu : Psikotisme (Psychoticism),
Ekstroversi (Extroversion), dan Neurotis (Neuroticism). Skema
dimensi kepribadian Eysenck (1994) dapat dilihat dibawah ini.
Teori kepribadian Eysenck
dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The Three-Factor Theory), yang
membagi kepribadian atas 3 dimensi (Pervin, 2005) yaitu ekstraversi(E), neurotisme(N), dan
psikotisme(P). Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga
total ada 27 trait. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lannya introversi,
neurotisme lawannya stabilita dan psikotisme lawannya superego.
1.
Dimensi Neurotisme (Neuroticism)
Dimensi
kepribadian neurotisme yang sebelumnya dikenal dengan dimensi stabilitas
emosi-ketidakstabilan emosi (emotional stability -instability). Feist
& Feist (2006) menyatakan bahwa dimensi neurotisme memiliki komponen
hereditas yang kuat dalam memprediksi gangguan yang dialami oleh individu,
dalam hal ini, individu yang memiliki skor neurotisme yang tinggi memiliki kecenderungan
untuk bereaksi berlebihan secara emosional terhadap satu situasi dan mereka
kesulitan untuk kembali ke keadaan semula sebelum mereka dihadapkan pada
situasi yang demikian. Skor neurotisme mengikuti model stress-diatesis(diathesis-stress model) yaitu skor N
yang tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan ganguan neurotik
dibandingkan skor N yang rendah ketika menghadapi situasi yang menekan. Dasar
biologis dari neurotisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom (ANS=automatic Nervous System Reactivity).
Orang yang ANSnya tinggi pada kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon
secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik. Skala dimensi neurotisme dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada
skema dibawah ini.
2. Dimensi Psikotisme (Psychoticism)
Dimensi
psikotisme merupakan dimensi yang ditambahkan dari teori asli Eysenck (Feist,
2005). Eysenck menyatakan bahwa dimensi psikotitisme ini memiliki faktor
bipolar, yaitu : psikotitisme dan superego (psychoticism – superego). Seperti
halnya neurotisme, individu psikotistik bukan berarti psikotik, namun hanya
memperlihatkan beberapa gejala yang umumnya terdapat pada individu-individu
psikotik (Boeree, 2007). Beberapa gejala yang biasanya ditemukan pada
individu-individu psikotistik, di antaranya adalah : tidak memiliki daya respon
(recklessness), tidak memperdulikan kebiasaan yang lumrah berlaku, dan ekspresi
emosional yang tidak sesuai dengan kebiasaan (inappropriate emotional
expression). Pervin (2005) menyatakan bahwa individu yang mendapatkan skor
tinggi pada dimensi psikotitisme cenderung cuek (insensitive), memiliki trait agresif, dingin, egosentrik, tak
pribadi, impulsive, antisosial, tak empatik, kreatif dan keras hati. Sebaliknya
jika skor psikotismena rendah maka memiliki trait merawat/baik hati, hangat, penuh
perhatian, akrab, tenang, sangat sosial, empatik, kooperatif, dan
sabar.psikotisme juga mengikuti model stress-diatesis (diathesis-stress model).Skala dimensi
Psikotisme dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada skema dibawah ini.
3.
Dimensi Introvert-Ekstrovert
(Introversion-Extroversion)
Eysenck
(dalam Pervin, 2005) mengemukakan karakteristik individu ekstrovert ditandai
oleh sosiabilitas, bersahabat, aktif berbicara, impulsif, menyenangkan, aktif, dan
spontan. Eysenck (dalam Pervin, 2005) menjabarkan komponen extroversi adalah
kurangnya tanggung jawab, kurangnya refleksi, pernyataan perasaan, penurutan
kata hati, pengambilan resiko, kemampuan sosial, dan aktivitas. Lebih lanjut lagi,
Eysenck&Eysenck (dalam Schultz, 2008) mengemukakan bahwa ciri yang khas
dari kepribadian ekstrovert adalah mudah bergaul, suka pesta, mempunyai banyak
teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca atau belajar
sendirian. Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan
kegembiraan, mengambil tantangan, sering menentang bahaya, berperilaku tanpa
berpikir terlebih dahulu, dan biasanya suka menurutkan kata hatinya, gemar akan
gurau-gurauan, selalu siap menjawab, dan biasanya suka akan perubahan, riang,
tidak banyak pertimbangan (easy going), optimis, serta suka tertawa dan
gembira, lebih suka untuk tetap bergerak dalam melakukan aktivitas, cenderung
menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan
dibawah kontrol, dan tidak selalu dapat dipercaya (Aiken, 1985, dalam Pervin
2005). Menunjukkan daya juang fisik yang tinggi, dapat melaksanakan tugas yang
tinggi taraf kesukarannya dengan baik, ramah, impulsif, tidak suka diatur dan
dilarang, terlibat dalam aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam
lingkungannya, mudah gembira, memiliki keterikatan sosial, dapat memanfaatkan
kesempatan yang ada, bertindak cepat, optimis, agresif, cepat dan
mudah meredakan kemarahan, mudah tertawa, tidak dapat menahan perasaannya.
Menurut
Eysenck (dalam Pervin, 2005), introvert adalah satu ujung dari dimensi
kepribadian introvert–ekstrovert dengan karakteristik watak yang tenang,
pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi
kepribadian ini memiliki sifat yang sabar, serius, sensitif, lebih suka
beraktivitas sendiri, mudah tersinggung, saraf otonom labil, mudah terluka,
rendah diri, suka melamun, dan gugup. Lebih lanjut lagi, Aiken (1985, dalam
Hall & Lindzey 2005) mengatakan bahwa individu dengan dimensi kepribadian
ekstrovert memiliki toleransi yang tinggi terhadap isolasi/kesendirian, kurang
toleransi terhadap keluhan fisik, cenderung melakukan secara baik terhadap
tugas yang sederhana/mudah, dan cenderung melaksanakan secara baik tugas yang
menuntut kesiap siagaan. Individu yang introvert juga cenderung menjauhkan
diri, tidak mudah bergabung dengan orang lain, dan susah mengartikulasikan
ide-idenya. Skala dimensi ekstrovert dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada
skema dibawah ini.
Dimensi Ekstravers-Neurotisme
dengan CAL (Cortical Arousal Level) dan
ANS (Automatic Nervous System Reactivity):
Introversi
|
Ekstraversi
|
Neurotisme
|
A
|
D
|
C
|
B
|
Stabilita
|
Subyek
|
Dimensi
|
CAL
|
ANS
|
Simptom
|
(A)
|
Introver-Neurotik
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Gangguan psikis tingkat pertama
|
(B)
|
Ekstraver-Neurotik
|
Rendah
|
Tinggi
|
Gangguan psikis tingkat kedua
|
(C)
|
Introver-Stabilita
|
Tinggi
|
Rendah
|
Normal introvers
|
(D)
|
Ekstravers-Stabilitas
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal ekstravers
|
Keterangan :
A adalah
orang introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim neurotisisme). Orang
itu cenderung memiliki simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia, dan
obsesif-kompulsif, disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders
of the first kind).
B adalah
orang ekstravers-neurotik. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal, atau
mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind).
C adalah
orang normal yang introvers; tenang, berpikir mendalam, dapat dipercaya.
D adalah
orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senang bicara/bergaul.
J.
Pembentukan Kepribadian
Eyesenck menekankan peran herediter sebagai faktor
penentu dalam perolehan traitekstraversi, neurotisme dan psikotisme (juga
kecerdasan). Eyesenck juga berpendapat, bahwa semua tingkah laku yang
tampak-tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon spesifik
–semuanya(tingkah laku neurosis). Eyesenck berpendapat inti dari fenomena
neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari (terkondisikan). Hal itu terjadi
saat satu atau dua kali stimulus netral diikuti dengan perasaaan sakit/nyeri
fisik maupun psikologis. Sekali kondisioning ketakutan atau kecemasan terjadi,
pemicunya akan berkenbang bukan hanya terbatas pada objek atau peristiwa asli
namun ketakutan/kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan
stimulus asli yang dianggap berkaitan. Setiap kali orang menghadapi stimulus
yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi
kecemasan, menurut Eyesenck orang itu menjadi terkondisi perasaan
takut/cemasnya dengan stimuli baru yang dihadapinya. Menurut Eyesenck, stimuli
baru begitu saja dapat dikaitkan dengan stimuli asli, sehingga orang mungkin
mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi akibat adanya stimuli itu.
Jika tingkah laku itu diperoleh dari belajar, logikanya tingkah laku
tersebutjuga bisa dihilangkan dengan belajar. Eyesenck memilih model menangani
tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkah laku dengan
mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di dalam jiwa.
K.
Asesmen Kepribadian
Diantara instrument-instrumen yang pernah
dikembangkannya, ada empat inventori yang pengaruhnya luas, dalam arti dipakai
oleh banyak pakar untuk melakukan penelitian atau untuk memahami klien maupun dalam
arti menjadi ide untuk mengembangkan tes yang senada
a.
Maudley
Personality Inventory (MPI), mengukur E dan N dan korelasi antara keduanya.
b.
Eyesenck
Personality Inventory (EPI), mengukur E dan N secara independen.
c.
Eyesenck
Personality Questionnair (EPQ), mengukur E,N,P,(merupakan revisii dari EPI,
tetapi EPI yang hanya mengukur E dan N masih tetap dipublikasikan).
d.
Eyesenck
Personality Questionnair-Revised (EPQ-R) revisi dari EPQ.
L. Metoda
Penelitian
Seperti teori traits, teori Eyesenck menawarkan variabel-variabel
yang mudah dikembangkan menjadi difinisi operasional, sehingga memungkinkan
dilakukannya penelitian yang aplikatif. Eyesenck mengembangkan metoda analisis
kriterion (criterion analysis). Pada
metoda analisis faktor tradisional, peneliti langsung menusun seperangkat alat
ukur yang meliputi seluruh ranah penelitian dengn harapan analisis faktor nanti
akan mengungkap latar belakangnya. Sedangkan analisis kriterion dari Eyesenck
mengharuskan peneliti mulai dari pengembangan hipotesis mengenai spesifikasi
variabel latar belakang yang akan diteliti, baru kemudian menyusun seperangkat
alat ukur yang dirancang untuk mengungkap faktor-faktor yang dihipotesiskan.
Responden sekurang-kurangnya dua kelompok, yang diduga memiliki perbedaaan
tingkat kepemilikan variabel. Kelompok dengan tingkat kepemilikan variabel yang
berbeda tersebut disebut kelompok criterion, dan analisis faktor yang
melibatkan kelompok kriterion disebut analisis kriterion. Membandingkan skor
dua kelompok tersebut dapat dipakai untuk menganalisis sensitivitas item tes
yang pada gilirannya akan menghasilkan pengukuran trait secara valid dan
reliabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar