MAKALAH
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN
“Teori
Belajar Sosial Albert Bandura”
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Psikologi Kepribadian
Dosen Pengampu : Dra. Frieda NRH,
MS
Oleh :
Kelompok 3
Dwi
Anggun Lestari (15010115120079)
Novinda
Intani Putri (15010115120082)
Helsa
Rizki Ayu (15010115140171)
UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PSIKOLOGI
SEMARANG
2016
A. BIOGRAFI ALBERT BANDURA
Albert
Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925.
Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan
disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British
Columbia, dalam jurusan psikologi. Dia memperoleh gelar Master didalam bidang
psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor
(Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik,
setelah lulus ia bekerja di Standford University.Beliau banyak terjun dalam
pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik
pada nilai eksperimen.Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor
dan seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk
Distinguished scientific contribution pada tahun 1980.
Pada
tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang
pengaruh keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu
Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan mengambil
Richard Walters, muridnya yang pertama
mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun
prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku,
prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau
ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan
teori pembelajaran sosial, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang
menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.
B. TEORI BELAJAR SOSIAL BANDURA
Bagi
bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan
perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting
yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Pertama, Bandura
berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri,
sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan.
Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan
lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi
kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori
kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah
laku itu diperoleh dan dipelihara. Konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) Bandura yaitu:
B.1. Determinis Resiprokal
Pendekatan yang menjelaskan tingkah
laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara
determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi
tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol
oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah konsep penting dalam
teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah
laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk
menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari
perkembangan interpersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi
interaktif sari organisasi dan sistem sosial.
B.2. Tanpa Reinforcement
Bandura
memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika
setiap unik respon sosial yang orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya
reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus
terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu–satunya pembentuk tingkah laku. Orang
dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang
apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang
terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu
merupakan pokok teori belajar sosial.
B.3. Kognisi dan Regulasi diri
Teori
belajar tradisional sering terhalang oleh ke-tidak-senangan atau ketidak
mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan
manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation),
mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan
kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan
kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani
lingkungan, misalnya dengan menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam
wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa
yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan
pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing
ke arah tujuan jangka panjang.
C.
STRUKTUR KEPRIBADIAN
C.1. Sistem
Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya
tidak memiliki konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan
oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan
tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self
diakui sebagai unsur struktur
kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal saling berinteraksi
di mana pusat atau pemulanya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi
mengacu pada struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat
fungsi–fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur
tingkah laku secara otonom, tetapi self
menjadi bagian dari interaksi resiprokal.
C.2. Regulasi
Diri
Manusia mempunyai kemampuan
berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga
terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk
determinis resiprokal berarti orang dapat untuk mencapai tujuan, namun ketika
tujuan hampir tercapai strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri.
Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir
tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang
memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif,
menciptakan ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya
berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga
proses yang dipakai untuk mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku
manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal.
a. Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
Faktor eksternal mempengaruhi
regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk
mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh–pengaruh
pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru
anak–anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas
anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi
diri.
Kedua, faktor eksternal mempengaruhi
regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement).
Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang
berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya
kerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu
penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
b. Faktor Internal dalam Regulasi Diri
Faktor internal
dalam regulasi diri dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri.
Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, yaitu:
1.
Observasi diri (self observation)
Self
observation dilakukan atas dasar faktor kualitas penampilan, kuantitas
penampilan, orisinalitas tingkahlaku diri, dan yang lainnya. Orang harus mampu
memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung
memilih beberapa aspek dari tingkahlaku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang
tergantung pada minat dan konsep dirinya.
2.
Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental
process)
Judgmental
process adalah melihat kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi,
membandingkan tingkahlaku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang
lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi
performansi. Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya
orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari performansi
diri. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan, proses
kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena
ukuran itu tidak selalu sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi jumlahnya
terbatas. Sebagian besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkan ukuran
eksternal, bisa berupa norma standar, orang lain, atau perbandingan kolektif.
Orang juga menilai suatu aktivitas berdasarkan arti penting dari aktivitas itu
bagi dirinya. Akhirnya, orang juga menilai seberapa besar dirinya menjadi
penyebab dari suatu performansi, apakah kepada diri sendiri dapat dikenai
atribusi (penyebab) tercapainya performansi yang baik atau sebaliknya justru
dikenai atribusi terjadinya kegagalan dan performansi yang buruk.
3.
Reaksi-diri-afeksi (self response)
Berdasarkan
pengamatan dan judgemen orang dapat mengevaluasi diri sendiri positif atau
negatif, dan kemudia dapat menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisaaa
terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat
keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang
bermakna secara individual.
C.3. Efikasi Diri (Self Effication)
Bagaimana orang bertingkahlaku dalam
situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi
kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dia
mampu atau tidak melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan
atau harapan diri sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi
hasil.
1.
Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self
effication-efficacy expectation) adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa
bagus diri dapat berfungsi dalam situsi tertentu. Efikasi diri berhubungan
dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang
diharapkan.
2.
Ekspektasi hasil (outcome expectation) adalah
perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan akan mencapai
hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri,
apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa
atau tidak bisa mengerjakan sesuai yang dipersyaratkan. Efikasi berbeda dengan
aspirasi (cita-cita) karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal (dapat
dicapai), sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Seorang
dokter ahli bedah pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya
mampu melakukan operasi tumor sesuai dengan standar profesinya. Namun
ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat bergantung
kepada dayatahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan
infeksi, dan sebagainya. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik
(apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya
ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata
yang dapat dicapai). Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya dia dapat
mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik
(memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri), orang itu akan bekerja
keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
C.4. Sumber Efiaksi Diri
Kunci perubahan tingkah laku dari
sistem Bandura adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri
dapat diperoleh, diubah, dan ditingkatkan ]atau diturunkan melalui salah satu
atau empat sumber, yaitu:
1.
Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah
dicapai oleh masa lalu menjadi mengubah efikasi diri yang paling kuat
pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi,
sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi
dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya:
·
Semakin sulit tugasnya, keberhasilan kan membuat
efikasi semakin tinggi
·
Kerja sendiri lebih meningkatkan efikasi dibanding
kerja kelompok karena dibantu orang lain.
·
Kegagalan dapat menurunkan efikasi jika orang sudah
berusaha sebaik mungkin.
·
Kegagalan dalam suasana emosional atau stres dampaknya
tidak seburuk ketika kondisinya optimal.
·
Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi
yang kuat, dampaknya tidak seburukkalau kegagalan itu terjadi pada orang yang
keyakinan efikasinya belum kuat.
·
Orang yang biasa berhasil, sekali gagal tidak
mempengaruhi efikasi.
2.
Pengalaman Vikarius, diperoleh
melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan
orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang
kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figure yang
diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar.
Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya, bisa
jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang
diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
Tabel 1 Strategi
Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi
Sumber
|
Cara Induksi
|
|
Pengalaman Performansi
|
Participant modelling
|
Meniru model yang berprestasi
|
Performance desenzation
|
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
|
|
Performance exposure
|
Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
|
|
Selfinstructed performance
|
Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
|
|
Pengalaman Vikarius
|
Live modeling
|
Mengamati model yang nyata
|
Symbolic modelling
|
Mengamati model simbolik,film,komik,cerita.
|
|
Persuasi Verbal
|
Suggestion
|
Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan
|
Exhortation
|
Nasihat,peringatan yang mendesak/memaksa.
|
|
Self-instruction
|
Memerintah diri sendiri
|
|
Interpretive treatment
|
Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang
salah
|
|
Pembangkitan Emosi
|
Attribution
|
Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian
emosional
|
Relaxation biofeedback
|
Relaksasi
|
|
Symbolic desensitization
|
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling
simbolik
|
|
Symbolic exposure
|
Memunculkan emosi secara simbolik
|
3.
Persuasi Sosial
Efikasi diri
juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi social. Dampak
dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang
lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada
pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
4.
Keadaan Emosi, keadaan
emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang
kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi
diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat
meningkatkan efikasi diri. Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber
ekspektasi efikasinya berubah. Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk
memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah
behavioral. Keempat sumber itu diubah dengan berbagai strategi yang diringkas
dalam Tabel 1.
C.5. Efikasi
Diri sebagai Prediktor Tingkah laku
Menurut Bandura, sumber pengontrol
tingkah laku adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi.
Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung
dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi
penentu tingkah laku mendatang yang penting. Berbeda dengan konsep-diri
(Rogers) yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap
individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda,
tergantung kepada :
·
Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
·
Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi
itu.
·
Keadaan fisiologis dan emosional ; kelelahan,
kecemasan, apatis, murung.
Efikasi yang tinggi atau rendah,
dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan
menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Tabel 2)
Tabel 2
Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku
Efikasi
|
Lingkungan
|
Prediksi hasil tingkah laku
|
Tinggi
|
Responsif
|
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan
kemampuannya
|
Rendah
|
Tidak responsif
|
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang
dianggapnya sulit
|
Tinggi
|
Tidak responsif
|
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi
responsif, melakukan protes, aktivitas social, bahkan memaksakan perubahan.
|
Rendah
|
Responsif
|
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
|
C.6. Efikasi Kolektif (Collective
Efficacy)
Keyakinan
masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan
social tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan ‘jiwa kelompok’ tetapi
lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura
berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui
efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam
bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti
merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang
rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan
penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling
melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan
dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional,
perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum dan kejahatan, birokrasi, perang,
kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
D.
DINAMIKA
KEPRIBADIAN
Menurut Bandura
motivasi mempunyai dua sumber, yaitu:
1.) Gambaran
hasil pada masa yang akan datang atau
yang dapat menimbulkan motivasi tingkah laku pada saat ini
2.) Harapan
keberhasilan berdasarkan pada pengalaman.
Dengan
kata lain, harapan pada masa yang akan datang akan memotivasi seseorang untuk
bertingkah laku tertentu. Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab
belajar. Namun sesorang juga dapat belajar dengan tiga penguatan seperti yang
akan dijelaskan di bawah ini:
1. Penguatan
Vikarius (vicarious reinforcement), yaitu mengamati orang lain yang mendapat
penguatan, membuat seseorang puas dan berusaha belajar.
2. Penguatan
yang ditunda (expectation reinforcement), orang terus menerus berbuat tanpa
mendapatkan penguatan, karena yakin akan mendapatkan penguatan yang sangat
memuaskan pada masa yang akan datang.\
3. Tanpa
penguatan (beyond reinforcement), belajar tanpa ada penguatan sama sekali
E.
PERKEMBANGAN
KEPRIBADIAN
E.1. Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura, kebanyakan belajar
terjadi tanpa penguatan (reinforcement) yang nyata. Seseorang dapat mempelajari
respon baru dengan melihat respon orang lain,
bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu.
Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui
pengalaman langsung karena melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang
tidak terhingga, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan. Terdapat
dua cara dalam belajar melalui observasi, yaitu:
1.
Peniruan (Modelling)
Inti dari belajar melalui observasi
adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti
kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang
dilakukan orang model (orang lain). Tingkah laku
manusia bukan semata–mata bersifat refleks atau otomatis, melainkan juga
merupakan akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara
lingkungan dengan skema kognitif.
Menurut
bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan
(imitation) maupun penyajian contoh perilaku (modelling). Sebagai contoh, orang
tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi
anak untuk menirukan perilaku membaca. Anggota keluarga yang sering dilihat
oleh anak membaca atau memegang buku di rumah akan merangsang anak untuk
mencoba mengenal buku.
2. Modeling Tingkahlaku Baru
Melalui modeling orang dapat
memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan
kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditransformasi menjadi gambaran
mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi menjadi simbol verbal yang
dapat diingat kembali suatu saat nanti. Ketrampilan kognitif yang bersifat
simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau
menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola
tingkah laku baru.
E.2. Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama
Disamping dampak mempelajari tingkah
laku baru, modeling mempunyai dua macam dmpak terhadap tingkah laku lama.
Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon
yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima
secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan
tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku
model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu
justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau
tingkah laku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi
semakin lemah.
1. Modeling Simbolik
Dewasa ini sebagian besar modeling
tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah
laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu
berpotensi sebagai sumber model tingkah laku
2. Modeling Kondisioning
Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional
yang mendapat penguatan.muncul respon emosional yang sama dalam diri pengamat,
dan respon itu ditujukan kepada obyek yang ada di dekatnya.
Contoh: emosi marah yang muncul ketika seorang anak menonton film yang isinya ibu tiri yang jahat dan anak kandungnya. Sehingga dilampiaskan kepada siapa saja yang ada di dekatnya
Contoh: emosi marah yang muncul ketika seorang anak menonton film yang isinya ibu tiri yang jahat dan anak kandungnya. Sehingga dilampiaskan kepada siapa saja yang ada di dekatnya
E.3.
Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi
Menurut bandura, ada empat proses yang penting agar
belajar melalui observasi dapat
terjadi, yaitu:
1.
Perhatian (attention process): Sebelum meniru
orang lain, perhatian harus dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi
oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti
penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
2.
Representasi (representation process): Tingkah
laku yang akan ditiru, harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk
verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan
orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana
yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi
memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar –
benar melakukannya secara fisik.
3. Peniruan tingkah laku model
(behavior production process): sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan
memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkah laku.
4. Motivasi
dan penguatan (motivation and reinforcement process): Observasi mungkin memudahkan
orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi jika motivasi tidak ada,
maka tidak akan terjadi proses tingkah laku
E.4. Dampak Belajar
Setiap
kali respons dibuat, akan diikuti dengan berbagai konsekuensi; ada yang
konsekuensinya menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk
kekesadaran. Penguatan
baik positif maupun negatif nampaknya tidak otomatis sejalan dengan konsekuensi
respons. Konsekwensi dari suatu respons mempunyai tiga fungsi:
1. Pemberi
informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkah laku informasi ini
dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku pada masa yang akan
datang.
2. Memotivasi
tingkah laku yang akan datang: Menyajikan data sehingga orang dapat
membayangkan secara simbolik hasil tingkah laku yang akan dilakukannya, dan
bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan
kata lain, tingkah laku ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang,
di mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu
diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkah laku.
3. Penguat
tingkah laku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkah laku menjadi
diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkah laku cenderung tidak
diulang.
F. APLIKASI
F.1.
Psikopatologi
Tingkah laku patologis itu
dipengaruhi oleh faktor kognitif, proses neurofisiologis, pengalaman masa lalu
yang mendapat penguatan, dan nilai fasilitatif dan lingkungan.
1.
Reaksi Depresi
Standar pribadi dan penerapan tujuan yang terlalu tinggi,
membuat orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat orang mengalami
depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang cenderung menilai rendah prestasi
dirinya, sehingga “keberhasilan” tetap dipandang sebagai kegagalan. Akibatnya,
terjadi kesengsaraan yang kronis, merasa tidak berharga, tidak mempunyai
tujuan, dan depresi yang mendalam.
Penderita depresi melakukan regulasi diri pengamatan diri,
proses sendiri, penderita depresi menilai salah performasinya, atau mengaburkan
ingatan prestasinya yang telah lalu. Mereka meremehkan (underestimate)
keberhasilannya sendiri, sebaliknya melebih-lebihkan (overestimate) kegagalan
yang dilakukannya. Dalam proses penilaian, penderita depresi memasang standar
yang sangat tinggi sehingga apapun pencapaian yang diperoleh dinilai sebagai
kegagalan, bahkan ketika orang lain memandang dia sangat berhasil, dia tetap
menghina prestasinya sendiri. Penderita menempatkan standar dan tujuan terlalu
tinggi di atas kesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi diri,
penderita depresi mengadili dirinya secara kasar, buruk, lebih-lebih terhadap
kekurangan dirinya. Mereka menghukum diri sendiri secara berlebihan terhadap
performasi diri yang kurang baik.
2.
Fobia
Perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehingga berdampak
buruk terhadap kehidupan sehari-hari seseorang. Begitu mendalamnya perasaan
takut itu, sehingga objek penyebabnya menjadi kabur, objek itu
digeneralisasikan secara salah. Bandura mengemukan bahwa media, seperti
televisi dan surat kabar tanpa sengaja menciptakan fobia. Cerita seram
perkosaan, kekejaman perampok, pembunuhan berantai, meneror masyarakat sehingga
mereka (yang sebagian besar tidak pernah mengalami hal itu) tetap merasa tidak
aman walaupun pintu-pintu rumah telah terkunci rapat-rapat. Fobia yang
dipelajari dari pengamatan lingkungan, menjadi eksis akibat efikasi diri yang
rendah, orang merasa tidak mampu menangani suatu masalah yang mengancam
sehingga muncul perasaan takut yang kronis.
3.
Agresi
Menurut Bandura, agresi diperoleh melalui pengamatan, pengalaman
langsung dengan renforsemen positif dan negatif, latihan atau perintah, dan
keyakinan yang ganjil (bandingkan dengan Freud dan kawan-kawannya yang
menganggap agresi adalah dorongan bawaan). Agresi yang ekstrem menjadi
disfungsi atau selahsuai psikologis. Dari penelitian yang dilakukan Bandura,
observasi terhadap perilaku agresi akan menghasilkan respons peniruan yang
berlebih. Pengamat akan bertingkah laku lebih agresif dibanding modelnya.
F.2.
Psikoterapi
Terapi
yang dilakukan Bandura adalah terapi kognitif-sosial. Tujuannya untuk
memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan tingkahlaku dan mempertahankan
perubahan tingkah laku yang terjadi. Ada tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen yakni;
tingkat induksi perubahan, generalisasi, dan pemeliharaan.
1.
Tingkat
Induksi perubahan: tritmen dikatakan efektif kalau dapat mengubah tingkahlaku.
Misalnya terapi menghilangkan takut ketinggian penderita akrofobia, sehingga
dia berani naik tangga yang tinggi.
2.
Tingkat Generalisasi: tritmen yang lebih tinggi,
memungkinkan terjadinya generalisasi. Penderita akrofobia itu bukan hanya
berani naik tangga, dia juga berani naik lift, naik kapal terbang, dan
membersihkan kaca gedung bertingkat.
3.
Tingkat
Pemeliharaan: sering terjadi tingkahlaku positif hasil terapi berubah kembali
menjadi tingkahlaku negative (khususnya pada tingkahlaku habit negative, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi
mencapai tingkat efektif yang tertinggi kalau hasil induksi dan generalisasi
dapat terpelihara, tidak berubah menjadi negative.
Bandura
mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni; latihan penguasaan (desensitisasi
modeling), modeling terbuka, dan modeling simbolik.
1.
Latihan penguasaan (desensitisasi modeling):
mengajari klien untuk menguasai tingkah laku yang sebelumnya tidak bisa
dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu
klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien
membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular,
dibayangkan melihat ular mainan dietalase toko. Kalau klien dapat membayangkan
kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan
ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh
ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi
sistematik yang pada paradigma behaviourisme dilakukan dengan memanfaatkan
variasi penguatan. Bandura memakai desensitisasi sistematik itu dalam fikiran
(karena itu teknik ini terkadang disebut: modeling kognitif) tanpa memakai
penguatan yang nyata.
2.
Modeling
terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya diikuti
dengan kklien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru
tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa
bantuan.
3.
Modeling
simbolik: klien melihat model dalam film, atau gambar/ cerita. Kepuasan
vicarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/
meniru tingkahlaku modelnya.
F.3.
Metodologi
Bandura banyak meneliti masalah
dunia nyata dalam laboratorium, seperti masalah agresi, fobia, penyembuhan dari
serangan jantung, perolehan kemampuan matematik pada anak. Tujuan pokoknya
adalah untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat mencakup berbagai hal
yang mempengaruhi perubahan tingkah laku. Dalam setiap kegiatan, keterampilan
dan keyakinan diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optimal dibutuhkan
agar diri dapat berfungsi sukses.
Bandura
mengembangkan microanalytic approach
yaitu riset yang mementingkan asesmen yang ditil sepanjang waktu untuk mencapai
keselarasan antara persepsi diri dengan tingkah laku pada setiap tahap
performasi tugas. Teknik ini cocok untuk strategi penelitian yang melacak
perubahan setiap saat, penelitian yang menganalisis proses, bukan hasil.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwilsol. (2014). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi.
Malang: UMM Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar