Selasa, 25 Oktober 2016

Teori Kepribadian Albert Bandura



MAKALAH
PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

“Teori Belajar Sosial Albert Bandura”

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Psikologi Kepribadian
Dosen Pengampu : Dra. Frieda NRH, MS







 Oleh :
Kelompok 3

Dwi Anggun Lestari   (15010115120079)
Novinda Intani Putri   (15010115120082)
Helsa Rizki Ayu          (15010115140171)


UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS PSIKOLOGI
SEMARANG
2016



A.    BIOGRAFI ALBERT BANDURA
            Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Desember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan disana. Pada tahun 1949 beliau mendapat pendidikan di University of British Columbia, dalam jurusan psikologi. Dia memperoleh gelar Master didalam bidang psikologi pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelar doctor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program doktornya dalam bidang psikologi klinik, setelah lulus ia bekerja di Standford University.Beliau banyak terjun dalam pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.Pada tahun 1964 Albert Bandura dilantik sebagai professor dan seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk Distinguished scientific contribution pada tahun 1980.
            Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama  mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.
B.     TEORI BELAJAR SOSIAL BANDURA
            Bagi bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata-mata bidak yang menjadi objek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara. Konsep dasar teori belajar sosial (social learning theory) Bandura yaitu:
B.1. Determinis Resiprokal
            Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan/mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami tingkah laku. Teori belajar sosial memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial.
B.2. Tanpa Reinforcement
            Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unik respon sosial yang orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya reinforcement penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu bukan satu–satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial.
B.3. Kognisi dan Regulasi diri
            Teori belajar  tradisional sering terhalang oleh ke-tidak-senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan  menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkahlaku pada masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strategi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.
C.    STRUKTUR KEPRIBADIAN
C.1. Sistem Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk self, Bandura yakin bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal saling berinteraksi di mana pusat atau pemulanya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu pada struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi–fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari interaksi resiprokal.
C.2. Regulasi Diri
            Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk determinis resiprokal berarti orang dapat untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dipakai untuk mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal.
a.       Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
            Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh–pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak–anak belajar baik-buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.
            Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya kerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
b.      Faktor Internal dalam Regulasi Diri
            Faktor internal dalam regulasi diri dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, yaitu:
1.      Observasi diri (self observation)
Self observation dilakukan atas dasar faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkahlaku diri, dan yang lainnya. Orang harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkahlaku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung pada minat dan konsep dirinya.
2.      Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental process)
Judgmental process adalah melihat kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi, membandingkan tingkahlaku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi. Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari performansi diri. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan, proses kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selalu sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi jumlahnya terbatas. Sebagian besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar, orang lain, atau perbandingan kolektif. Orang juga menilai suatu aktivitas berdasarkan arti penting dari aktivitas itu bagi dirinya. Akhirnya, orang juga menilai seberapa besar dirinya menjadi penyebab dari suatu performansi, apakah kepada diri sendiri dapat dikenai atribusi (penyebab) tercapainya performansi yang baik atau sebaliknya justru dikenai atribusi terjadinya kegagalan dan performansi yang buruk.
3.      Reaksi-diri-afeksi (self response)
Berdasarkan pengamatan dan judgemen orang dapat mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudia dapat menghadiahi atau menghukum diri sendiri. Bisaaa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.
C.3. Efikasi Diri (Self Effication)
            Bagaimana orang bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor kognitif yang berhubungan dengan keyakinan bahwa dia mampu atau tidak melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri sebagai efikasi diri, dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil.
1.      Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication-efficacy expectation) adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situsi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.
2.      Ekspektasi hasil (outcome expectation) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan akan mencapai hasil tertentu.
            Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai yang dipersyaratkan. Efikasi berbeda dengan aspirasi (cita-cita) karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal (dapat dicapai), sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Seorang dokter ahli bedah pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu melakukan operasi tumor sesuai dengan standar profesinya. Namun ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat bergantung kepada dayatahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan infeksi, dan sebagainya. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
C.4. Sumber Efiaksi Diri
            Kunci perubahan tingkah laku dari sistem Bandura adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri dapat diperoleh, diubah, dan ditingkatkan ]atau diturunkan melalui salah satu atau empat sumber, yaitu:
1.      Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai oleh masa lalu menjadi mengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya:
·         Semakin sulit tugasnya, keberhasilan kan membuat efikasi semakin tinggi
·         Kerja sendiri lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok karena dibantu orang lain.
·         Kegagalan dapat menurunkan efikasi jika orang sudah berusaha sebaik mungkin.
·         Kegagalan dalam suasana emosional atau stres dampaknya tidak seburuk ketika kondisinya optimal.
·         Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak seburukkalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
·         Orang yang biasa berhasil, sekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
2.      Pengalaman Vikarius, diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figure yang diamati berbeda dengan diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak  besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
Tabel 1 Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi
Sumber
Cara Induksi
Pengalaman Performansi
Participant modelling
Meniru model yang berprestasi
Performance desenzation
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
Performance exposure
Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
Selfinstructed performance
Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
Pengalaman Vikarius
Live modeling
Mengamati model yang nyata
Symbolic modelling
Mengamati model simbolik,film,komik,cerita.
Persuasi Verbal
Suggestion
Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan
Exhortation
Nasihat,peringatan yang mendesak/memaksa.
Self-instruction
Memerintah diri sendiri
Interpretive treatment
Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah
Pembangkitan Emosi
Attribution
Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian emosional
Relaxation biofeedback
Relaksasi
Symbolic desensitization
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
Symbolic exposure
Memunculkan emosi secara simbolik
3.      Persuasi Sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi social. Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
4.      Keadaan Emosi, keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri. Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya berubah. Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral. Keempat sumber itu diubah dengan berbagai strategi yang diringkas dalam Tabel 1.
C.5. Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah laku
            Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah resiprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi penentu tingkah laku mendatang yang penting. Berbeda dengan konsep-diri (Rogers) yang bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada :
·         Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
·         Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
·         Keadaan fisiologis dan emosional ; kelelahan, kecemasan, apatis, murung.
            Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Tabel 2)
Tabel 2 Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku
Efikasi
Lingkungan
Prediksi hasil tingkah laku
Tinggi
Responsif
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya
Rendah
Tidak responsif
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
Tinggi
Tidak responsif
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas social, bahkan memaksakan perubahan.
Rendah
Responsif
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
C.6. Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)
            Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan social tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan ‘jiwa kelompok’ tetapi lebih sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi, hukum dan kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya.
D.    DINAMIKA KEPRIBADIAN
            Menurut Bandura motivasi mempunyai dua sumber, yaitu:
1.)    Gambaran hasil pada masa yang akan datang  atau yang dapat menimbulkan motivasi tingkah laku pada saat ini
2.)    Harapan keberhasilan berdasarkan pada pengalaman.
            Dengan kata lain, harapan pada masa yang akan datang akan memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun sesorang juga dapat belajar dengan tiga penguatan seperti yang akan dijelaskan di bawah ini:
1.      Penguatan Vikarius (vicarious reinforcement), yaitu mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat seseorang puas dan berusaha belajar.
2.      Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement), orang terus menerus berbuat tanpa mendapatkan penguatan, karena yakin akan mendapatkan penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang.\
3.      Tanpa penguatan (beyond reinforcement), belajar tanpa ada penguatan sama sekali
E.     PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
E.1. Belajar Melalui Observasi       
            Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa penguatan (reinforcement) yang nyata. Seseorang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung karena melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang tidak terhingga, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan. Terdapat dua cara dalam belajar melalui observasi, yaitu:
1.      Peniruan (Modelling)
            Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain). Tingkah laku manusia bukan semata–mata bersifat refleks atau otomatis, melainkan juga merupakan akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif.
            Menurut bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan (imitation) maupun penyajian contoh perilaku (modelling). Sebagai contoh, orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak untuk menirukan perilaku membaca. Anggota keluarga yang sering dilihat oleh anak membaca atau memegang buku di rumah akan merangsang anak untuk mencoba mengenal buku.
2.      Modeling Tingkahlaku Baru
            Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Ketrampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru.
E.2. Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama
            Disamping dampak mempelajari tingkah laku baru, modeling mempunyai dua macam dmpak terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar, pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah.
1.      Modeling Simbolik
            Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku
2.      Modeling Kondisioning
            Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan.muncul respon emosional yang sama dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan kepada obyek yang ada di dekatnya.
Contoh: emosi marah yang muncul ketika seorang anak menonton film yang isinya ibu tiri yang jahat dan anak kandungnya. Sehingga dilampiaskan kepada siapa saja yang ada di dekatnya
E.3. Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi
            Menurut bandura, ada empat proses yang penting agar belajar melalui observasi     dapat terjadi, yaitu:
1.      Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat.
2.      Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar – benar melakukannya secara fisik.
3.      Peniruan tingkah laku model (behavior production process): sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkah  laku. 
4.      Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi jika motivasi tidak ada, maka tidak akan terjadi proses tingkah laku 
E.4. Dampak Belajar
            Setiap kali respons dibuat, akan diikuti dengan berbagai konsekuensi; ada yang konsekuensinya menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk kekesadaran. Penguatan baik positif maupun negatif nampaknya tidak otomatis sejalan dengan konsekuensi respons. Konsekwensi dari suatu respons mempunyai tiga fungsi:
1.      Pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkah laku informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku pada masa yang akan datang.
2.      Memotivasi tingkah laku yang akan datang: Menyajikan data sehingga orang dapat membayangkan secara simbolik hasil tingkah laku yang akan dilakukannya, dan bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tingkah laku ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang, di mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkah laku.
3.      Penguat tingkah laku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkah laku menjadi diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkah laku cenderung tidak diulang.
F.     APLIKASI
F.1. Psikopatologi
            Tingkah laku patologis itu dipengaruhi oleh faktor kognitif, proses neurofisiologis, pengalaman masa lalu yang mendapat penguatan, dan nilai fasilitatif dan lingkungan.
1.      Reaksi Depresi
     Standar pribadi dan penerapan tujuan yang terlalu tinggi, membuat orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat orang mengalami depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang cenderung menilai rendah prestasi dirinya, sehingga “keberhasilan” tetap dipandang sebagai kegagalan. Akibatnya, terjadi kesengsaraan yang kronis, merasa tidak berharga, tidak mempunyai tujuan, dan depresi yang mendalam.
     Penderita depresi melakukan regulasi diri pengamatan diri, proses sendiri, penderita depresi menilai salah performasinya, atau mengaburkan ingatan prestasinya yang telah lalu. Mereka meremehkan (underestimate) keberhasilannya sendiri, sebaliknya melebih-lebihkan (overestimate) kegagalan yang dilakukannya. Dalam proses penilaian, penderita depresi memasang standar yang sangat tinggi sehingga apapun pencapaian yang diperoleh dinilai sebagai kegagalan, bahkan ketika orang lain memandang dia sangat berhasil, dia tetap menghina prestasinya sendiri. Penderita menempatkan standar dan tujuan terlalu tinggi di atas kesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi diri, penderita depresi mengadili dirinya secara kasar, buruk, lebih-lebih terhadap kekurangan dirinya. Mereka menghukum diri sendiri secara berlebihan terhadap performasi diri yang kurang baik.
2.      Fobia
     Perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehingga berdampak buruk terhadap kehidupan sehari-hari seseorang. Begitu mendalamnya perasaan takut itu, sehingga objek penyebabnya menjadi kabur, objek itu digeneralisasikan secara salah. Bandura mengemukan bahwa media, seperti televisi dan surat kabar tanpa sengaja menciptakan fobia. Cerita seram perkosaan, kekejaman perampok, pembunuhan berantai, meneror masyarakat sehingga mereka (yang sebagian besar tidak pernah mengalami hal itu) tetap merasa tidak aman walaupun pintu-pintu rumah telah terkunci rapat-rapat. Fobia yang dipelajari dari pengamatan lingkungan, menjadi eksis akibat efikasi diri yang rendah, orang merasa tidak mampu menangani suatu masalah yang mengancam sehingga muncul perasaan takut yang kronis.
3.      Agresi
     Menurut Bandura, agresi diperoleh melalui pengamatan, pengalaman langsung dengan renforsemen positif dan negatif, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil (bandingkan dengan Freud dan kawan-kawannya yang menganggap agresi adalah dorongan bawaan). Agresi yang ekstrem menjadi disfungsi atau selahsuai psikologis. Dari penelitian yang dilakukan Bandura, observasi terhadap perilaku agresi akan menghasilkan respons peniruan yang berlebih. Pengamat akan bertingkah laku lebih agresif dibanding modelnya.
F.2. Psikoterapi
            Terapi yang dilakukan Bandura adalah terapi kognitif-sosial. Tujuannya untuk memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan tingkahlaku dan mempertahankan perubahan tingkah laku yang terjadi. Ada tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen yakni; tingkat induksi perubahan, generalisasi, dan pemeliharaan.
1.      Tingkat Induksi perubahan: tritmen dikatakan efektif kalau dapat mengubah tingkahlaku. Misalnya terapi menghilangkan takut ketinggian penderita akrofobia, sehingga dia berani naik tangga yang tinggi.
2.       Tingkat Generalisasi: tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan terjadinya generalisasi. Penderita akrofobia itu bukan hanya berani naik tangga, dia juga berani naik lift, naik kapal terbang, dan membersihkan kaca gedung bertingkat.
3.      Tingkat Pemeliharaan: sering terjadi tingkahlaku positif hasil terapi berubah kembali menjadi tingkahlaku negative (khususnya pada tingkahlaku habit negative, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi mencapai tingkat efektif yang tertinggi kalau hasil induksi dan generalisasi dapat terpelihara, tidak berubah menjadi negative.
            Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni; latihan penguasaan (desensitisasi modeling), modeling terbuka, dan modeling simbolik. 
1.      Latihan penguasaan (desensitisasi modeling): mengajari klien untuk menguasai tingkah laku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan dietalase toko. Kalau klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistematik yang pada paradigma behaviourisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi penguatan. Bandura memakai desensitisasi sistematik itu dalam fikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut: modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.
2.       Modeling terbuka (modeling partisipan): Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan kklien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
3.      Modeling simbolik: klien melihat model dalam film, atau gambar/ cerita. Kepuasan vicarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk mencoba/ meniru tingkahlaku modelnya.
F.3. Metodologi
            Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata dalam laboratorium, seperti masalah agresi, fobia, penyembuhan dari serangan jantung, perolehan kemampuan matematik pada anak. Tujuan pokoknya adalah untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat mencakup berbagai hal yang mempengaruhi perubahan tingkah laku. Dalam setiap kegiatan, keterampilan dan keyakinan diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optimal dibutuhkan agar diri dapat berfungsi sukses.
            Bandura mengembangkan microanalytic approach yaitu riset yang mementingkan asesmen yang ditil sepanjang waktu untuk mencapai keselarasan antara persepsi diri dengan tingkah laku pada setiap tahap performasi tugas. Teknik ini cocok untuk strategi penelitian yang melacak perubahan setiap saat, penelitian yang menganalisis proses, bukan hasil.

DAFTAR PUSTAKA
Alwilsol. (2014). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar