Selasa, 25 Oktober 2016

TEORI KEPRIBADIAN ALIRAN GESTALT



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Teori Gestalt
Pada awal dimulainya aliran behavioris yaitu di Amerika Serikat J.B Watson mengemukakan sebuah karya pada tahun 1913, karya tersebut berjudul “Psychology as the Behaviorist View It” yang menjadi awal munculnya aliran Behaviorist di negara Amerika Serikat. Maka di Jerman Max Wertheirmer juga mengajukan kertas kerjanya yang berjudul “Experimental Studies of the Perception of Movement” kertas kerja tersebut menjadi tanda dimulainya aliran psikologi gestalt.
Kedua aliran tersebut disebut sebagai aliran kontemporer yang mengkritik aliran dari Wundt yaitu ortodoks. Dikedua aliran tersebut memiliki sebuah perbedaan, psikologi gestalt menekankan pada kritik mengenai dijadikannya elemen-elemen pada kesadaran yang dilakukan oleh Wundt di aliran Strukturalisme, sedangkan aliran behaviorist menekankan pada tingkah laku yang berbentuk nyata sebagai data dalam psikologi.

Teori Pensifatan
Adanya perbedaan pandangan antara Gordon Allport dan para teoritis pendahulunya yang mengungkapkan beberapa teori untuk menentukan kepribadian seseorang melalui teori psikoanalitik, behaviorisme, dan sejenisnya. Ia menganggap bahwa manusia merupakan organisme kompleks yang tidak dapat disamakan dengan hewan atau organisme neurotic lainnya. Selain itu, kurangnya teoritis yang membahas tentang keadaan manusia dewasa yang berada dalam keadaan normal, membuatya menciptakan sebuah teori pensifatan. Dimana kepribadian dinilai dari adanya sifat-sifat yang dimiliki manusia saat ini, tanpa menilik pada masa lalunya.

Teori Faktorial


2.1 Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pengertian aliran psikologi gestalt menurut para ahli ?
2.    Mengetahui siapa saja tokoh yang berpengaruh pada psikologi gestalt ?
3.    Bagaimana Allport merumuskan definisi kepribadian yang mengangkat teori yang berbeda dari para teroitis di masanya ?
4.    Apakah teori pensifatan itu ?
5.    Bagaimana struktur dan dinamika kepribadian menurut teori pensifatan ?
6.     



BAB II
PEMBAHASAN

Kepribadian menurut Teori Gestalt
Tokoh : Max Wertheimer, Kurt Koffka, & Wolfgang Kohler

Psikologi Gestalt adalah sebuah aliran psikologi yang berkembang di Jerman pada tahun 1912, bersamaan dengan diterbitkan sebuah artikel yang berjudul “Experimental Studies of the Perception of Movement” oleh Max Wertheimer.  Max Wertheimer (1880-1943) dianggap sebagai pendiri dari Psikologi Gestalt, ia juga bekerjasma dengan kedua temannya yaitu Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfag Kohler (1887-1967) dimana keduanya juga memiliki pandangan yang sama dengan Wertheimer.
Aliran Gestalt menentang aliran behavioristik yang mempunyai pandangan yang elementaristik. Menurut Gestalt baik strukturalisme maupun behaviorisme sama-sama memiliki kesalahan karena telah membagi pokok bahasan yaitu mengenai perilaku menjadi sebuah elemen-elemen. Pandangan psikologi Gestalt berpusat pada apa yang dipersepsi itu merupakan sebuah kebulatan. Teori ini juga dikenal dengan teori pembelajaran yang mendalam.
Psikologi Gestalt tidak semata-mata berbicara tentang kilasan-kilasan instuisi saja, melainkan tentang bagaimana lebih memecahkan sebuah masalah dengan cara menganali keseluruhan kejadian atau prinsip yang mengorganisasi. berikut adalah tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap perkembangan aliran psikologi gestalt.
a.    Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer lahir pada tanggal 15 April 1880 di Praha, dan wafat pada 12 Oktober 1943 di New York. Dia merupakan tokoh pertama sekaligus yang tertua dalam mengembang aliran psikologi Gestalt. Wetheirmer menjadi tokoh pertama yang berpengaruh dalam berkembangnya psikologi gestalt karena dia telah melakukan percobaan dengan menggunakan sebuah alat yang bernama Stroboskop.
Stroboskop adalah suatu alat yang berbentuk kotak dengan ada alat tambahan yang berfungsi untuk melihat kedalam kotak. Didalam kotak tersebut terdapat gambar yang diletakkan dengan arah melintang dan tegak dengan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang timbul adalah gambar tersebut bergerak dari arah tegak kearah melintang secara bergantian.
Dalam buku nya yang berjudul “investigation of Gestalt Theory” dia mengemukakan tentang hukum-hukum Gestalt. Berikut adalah hukum-hukum Gestalt yang dikemukakan Wertheimer :
1.    Hukum kedekatan (law of proximity)
Hukum ini menjelaskan segala sesuatu yang saling berdekatan baik dari segi waktu ataupun tempat biasanya dianggap sebagai suatu totalitas atau keseluruhan. Misal ada seorang wanita yang memiliki paras sederhana, lalu dia berdekatan dengan sekumpulan wanita dengan paras cantik. Hal itu akan membuat seseorang yang melihat wanita dengan paras sederhana akan memiliki paras yang cantik pula karena dia berdekatan dengan wanita berparas cantik.
2.    Hukum ketertutupan (law of closure)
Hukum ketertutupan menjelaskan segala sesuatu yang tertutup akan membentuk kesan totalitas tersendiri. Misal ada dua garis melengkung yang didekatkan. Kedua garis itu akan membentuk sebuah lingkaran yang penuh, walau pada kenyataanya kedua garis itu tidak menyatu. Namun, orang yang melihat itu akan menganggap bahwa lingkaran itu merupakan lingkaran yang penuh.
3.    Hukum kesamaan (law of equivalence)
Hukum kesamaan menjelaskan segala sesuatu yang memiliki kesamaan antara satu dengan lainnya, cenderung dipersepsikan sebagai suatu totalitas atau persamaan dalam suatu kelompok. Misal ada individu yang baik namun dia berteman dengan individu yang memiliki perilaku yang kurang baik. Orang lain akan melihat individu yang baik ini sama dengan individu yang memiliki perilaku kurang baik.

a.    Kurt Koffka (1886-1941)
Kurt Koffka lahir pada tanggal 18 Maret 1886 di Berlin, dan wafat di Northampton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 22 November 1941. Ilmu yang sudah diterapkan Koffka kepada Psikologi adalah penyajian dalam pembelajaran secara sistematis, pengamalan dari prinsip-prinsip gestalt yang meliputi rangkaian gejala psikologi dari mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai pada psikologi belajar dan psikologi sosial.
Koffka menerbitkan sebuah buku jilid pertama yang berjudul “contribution to gestalt psychology” pada tahun 1923. Teori Koffka yang mempelajari tentang arti belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar, sebagaimana tingkah laku lainnya yang diterangkan dari prinsip-prinsip organisasi gestalt. Berikut adalah prinsip-prinsip organisasi gestalt yang dikemukakan oleh Koffka :
1.    Jejak Ingatan (memory traces)
Teori ini menjelaskan bahwa suatu pengalaman akan membekas pada bagian-bagian tertentu di otak. Jejak ingatan akan diorganisasikan di dalam otak, lalu akan dimunculkan kembali apabila kita menjumpai hal yang serupa dengan ingatan pada saat itu. Misal pada suatu hari Ananda bertemu dengan Noor, kemudian Noor bercerita dengan Ananda banyak hal. Cerita yang Noor berikan kepada Ananda membekas pada ingatan. Hingga suatu hari Ananda bertemu dengan Febri, lalu Febri bercerita banyak hal pula kepada Ananda. Salah satu cerita dari Febri hampir sama dengan cerita yang di utarakan Noor kepada Ananda, lalu Ananda mengingat kembali bahwa cerita tersebut memilki kesamaan.
2.    Perubahan waktu tidak akan melumpuhkan jejak ingatan
Perubahan waktu tidak akan melumpuhkan jejak ingatan yang ada di dalam otak karena perubahan waktu itu cenderung lebih menyempurnakan ingatan kita agar lebih baik lagi.
3.    Latihan secara terus – menerus akan meningkatkan atau memperkuat daya ingatan
Maksud dari kata latihan ini adalah seperti berlatih untuk berkonsentrasi dalam membaca, baik membaca buku, koran, dan artikel. Dengan cara memahami betul apa topik dari yang dibaca, apabila sudah berhasil untuk memahaminya maka kita telah dapat berkonsentrasi dengan baik dan hasilnya dapat memperkuat daya ingat kita.
b.    Wolfgang Kohler (1887-1967)
Wolfgang Kohler lahir pada tanggal 21 januari 1887 di Reval, Estonia, dan wafat di Lebanon, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 11 Juni 1967. Kohler melakukan penelitian yang cukup terkenal dalam psikologi belajar berkaitan dengan problem solving. Kohler menggunakan simpanse dalam percobaannya.
Menurut Kohler apabila individu atau organisme dihadapkan pada suatu masalah, maka akan terjadi ketidakseimbangan kognitif dan akan terjadi sampai individu dapat menyelesaikan masalahnya. Dalam Gestalt dapat dikatakan pula apabila terdapat permasalah akan menimbulakan ketidakseimbangan kognitif, hal ini akan mendorong menuju kearah keseimbangan hingga permasalahan itu terselesaikan. Pada percobaan ini Kohler mengambil kesimpulan bahwa simpanse dalam memperoleh pemecahan masalah dengan pengertian atau insight.
Perbedaan antara percobaan yang dilakukan oleh Kohler dengan percobaan yang dilakukan oleh Thorndike terletak pada cara pandang bagaimana pemecahan masalah yang dilakukan oleh Sinpanse. Menurut Thorndike cara Sinpanse menyelesaikan masalahnya dengan trial and error, sedangkan menurut Kohler cara sinpanse memecahkan masalahnya dengan insight.
Kepribadian menurut Teori Pensifatan
Tokoh : Gordon Allport

A.           Biografi Gordon Allport


Gordon Allport lahir di Monte- zuma, Indiana, pada 11 November 1897 dan merupakan anak  bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya, John Edwards Allport adalah seorang dokter dan ibunya, Nellie Edith Wise Allport adalah seorang guru. Dalam otobiografinya, ia menerang kan bahwa sang ibu selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk mengem- bangkan rasa ingin tahu terhadap pertanyaan-pertanyaan filosofis dan pentingnya mencari jawaban-jawaban religius  tertinggi.  Sedangkan  sang  ayah
selalu menanamkan kerja keras yang dilandasi percaya dan afeksi dalam lingkungan keluarganya. Ia tumbuh besar di Cleveland, Ohio, sekaligus mendapat pendidikan awalnya di sekolah-sekolah negeri. Beliau menempuh pendidikan undergraduatenya di Harvard University atas desakan kakaknya, Floyd, yang juga sedang menjadi mahasiswa tingkat sarjana bidang psikologi di universitas yang sama. Masuk ke Harvard pada tahun 1915 dan lulus pada tahun 1919 dengan gelar sarjana muda dalam studi ilmu ekonomi dan filsafat.
   Selama satu tahun setelah lulus, Allport mengajar sosiologi dan bahasa inggris di Robert College, Istambul. Kemudian ia kembali ke Harvard dan menyelesaikan Ph.D.-nya dalam bidang psikologi pada tahun 1922. Berkat program pertukaran doktor pada tahun 1922-1923, beliau menghabiskan waktunya untuk
belajar di Universitas Berlin dan Universitas Hamburg. Kemudian pada tahun 1923-1924 digunakan untuk belajar di Universitas Cambridge, Inggris. Pada tahun selanjutnya, 1924, beliau menerima tawaran mengajar tentang kepribadian di Harvard, lebih tepatnya pada mata kuliah “Kepribadian : Aspek-aspek Psikologis dan Sosialnya”. Dalam 30 tahun terakhir, begitu banyak kegiatannya yang menitik beratkan pada peranannya dalam penyelesaian isu-isu internasional. Hal tersebut yang menyebabkan Allport menjadi salah seorang juru tafsir utama psikologi Jerman di Amerika dalam kurun satu dekade atau lebih. Sekembalinya dari Eropa, ia menerima jabatan sebagai instruktur pada Department of Social Ethics di Universitas Harvard.
30 Juni 1925, Allport menikahi Ada Lufkin Gould, yang kemudian menjadi seorang psikolog klinis. Mereka dikarunia seorang putra, Robert Brandlee, yang kemudian berprofesi sebagai dokter anak. Setelah 2 tahun sekembalinya dari Eropa, Allport menerima jabatan lektor psikologi di Darmouth College. Kecuali tugas ke Darmouth College di tahun 1926 sampai 1930, Allport lebih banyak mengajar di Harvard sampai pension. Beliau meninggal akibat kanker paru pada tanggal 9 Oktober 1967, tepat sebulan sebelum ulang tahunnya yang ke-70.
Selama karir profesionalnya, Allport praktis menerima semua jenis penghargaan profesional dan memegang banyak posisi penting yang tersedia di kalangan psikologi. Tahun 1937-1949, menjadi editor Journal of Abnormal and Social Psychology. Menjadi presiden APA (American Psychological Association) pada tahun 1939, presiden EPA (Eastern Psychological Association) pada tahun 1943, dan presiden SPSSI (Society for the Psychological Study of Social Issues) pada tahun 1944. Selama Perang Dunia II, menjadi anggota Emergency Committee in Psychology dan sekretaris di Ella Lynan Cabot Foundation (lembaga yang membantu para psikolog yang lari akibat NAZI untuk mendapatkan lapangan pekerjaan di Amerika). Tahun 1963, menerima Gold Medal Award dari APA bagi Distinguished Contributions to Psychology, dan pada tahun 1964 mendapat Distinguished Scientific Contribution Award dari APA. Tahun 1966, beliau menjadi Profesor Richard Clarke Cabat untuk Etika Sosial pertama di Harvard. Penghargaan yang paling berkesan selama hidupnya adalah sebuah publikasi dari 55 para kandidat doktor yang pernah dibimbingnya, diberikan padanya tahun 1963 yang di halaman dedikasinya ditulis “Dari para mahasiswanya, sebagai pujian atas penghargaan yang sudah dia berikan untuk individualitas mereka”. Keluasan dan keanekaragaman karya ilmiahnya terlihat jelas dalam lusinan buku dan monograf, artikel, kata pendahuluan, dan tinjauan buku yang ditulisnya dalam jumlah yang banyak. Ia juga ikut mengarang dua tes yang digunakan dikalangan luas, yakni The A-S reaction study dan A study of values.

B.            Kepribadian Menurut Penelusuran Allport
Pada masanya, Gordon Allport menentang perspektif-perspektif teori psikologi yang sudah berkembang saat itu. Seperti contohnya teori psikoanalisis yang dianggapnya hanya efektif untuk menggambarkan tingkah laku yang kacau atau tidak normal, namun sedikit sekali kegunaannya untuk menjelaskan tingkah laku normal. Kemudian teori Behaviorisme yang dianggapnya bahwa prinsip-prinsip yang mengatur perilaku hewan-hewan dan individu neurotic berbeda dari yang mengatur manusia dewasa yang sehat. Demikian juga, teori-teori yang memberikan konseptualisasi yang sangat memadai tentang bayi atau anak kecil saja, tidak akan memadai jika digunakan untuk menjelaskan tingkah laku orang dewasa. Keyakinannya adalah bahwa metode-metode penelitian dan model-model teoritis yang terbukti berguna dalam ilmu alam mungkin bisa menyesatkan dalam penelitian tentang tingkah laku manusia yang sangat kompleks. Jadi, meskipun Allport menerima pentingnya dan keharusan pendekatan eksperimental terhadap masalah-masalah psikologis, namun ia tetap ragu tentang keberhasilan usaha ini.
Pandangannya yang sistematis merupakan suatu penyaringan dan perluasan ide-ide yang sebagiannya berasal dari psikologi Gestalt, William Stern, William James, dan William McDougall. Dari Psikologi Gestalt yang menekankan keseluruhan dan saling berkaitnya pengalaman sadar, yang tentunya sama sekali tidak mengindahkan pikiran bawah sadar, Allport menolak terhadap teknik-teknik analitik yang lazim dalam sains. Karena Allport tidak percaya bahwa sains adalah satu-satunya sumber informasi yang disediakan tentang kepribadian. Pengaruh James tercermin dalam orientasinya yang luas dan cenderung humanistic dengan mengedepankan tingkah laku dan self, namun adapula keraguannya mengenai metode-metode psikologi untuk menyingkap teka-teki tingkah laku manusia. Pengaruh McDouggal terlihat dalam penekanannya pada variable-variabel motivasi, pentingnya peranan dari faktor-faktor genetik, dan penggunaan konsep-konsep “ego”.
Ciri-ciri keyakinan teoretis Allport terlihat dalam tulisan-tulisannya yang menunjukkan usaha-usaha yang tak henti-hentinya untuk memberikan perhatian secara adil pada sifat kompleks dan khas dari tingkah laku manusia individual. Penerapan metode dan penemuan-penemuan psikologi didalam “situasi nyata”, dimana usaha dilakukan untuk memperbaiki suatu keadaan sosial yang tidak diinginkan, merupakan hal yang sangat dipentingkan Allport. Ia menerbitkan dua perumusan pokok segi pandangannya, yang pertama adalah Personality : A Psychological Interpretation (1937) dan Pattern and Growth in Personality (1961). Allport yakin riset psikologis mestinya mengandung nilai praktis, karena itu sebagai tambahan bagi buku-bukunya tentang teori kepribadian, ia juga menulis: The Individual and His Religion (1950), The Nature of Prejudice (1958), dan The Psychology of Rumor (1947).
Bagi Allport, definisi-definisi tidak boleh dianggap remeh, maka dari itu pada tahun 1937, beliau mengkaji 50 definisi tentang kepribadian yang sudah pernah diungkapkan para tokoh dan teorisi. Setelah meringkas dan membahas secara terperinci ke-50 definisi tersebut mulai dari sejarah timbulnya, arti-arti teologis, filosofis, yuridis, sosiologis, dan segi lahiriahnya, Allport mendapatkan define kepribadian menurutnya sendiri dengan menggabungkan unsur-unsur terbaik dan menghindari kekurangan-kekurangan pokoknya. Secara singkat kepribadian diartikan sebagai “manusia sebagaimana adanya”, namun definisi kepribadian dari Allport yang digunakan hingga saat ini, yaitu “Kepribadian adalah pengorganisasian yang dinamis dalam diri individu atas sistem-sistem psikofosiknya, yang menentukan cara perilaku dan pemikiran yang khas”.
Secara lebih rinci, definisi tersebut mengandung 4 kata kunci yang dapat dijabarkan lebih lanjut melalui pengertian-pengertian berikut :
1.      Pengorganisasian Dinamis, menekankan fakta bahwa kepribadian selalu berkembang dan berubah, meskipun sekaligus terdapat organisasi atau sistem yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen dari kepribadian. Meski kemiripan menetap dalam diri seseorang untuk mempertahankan identitasnya, namun seseorang tidak pernah sama setelah mereka menerima sebuah pengalaman dalam hidupnya, apapun itu.
2.      Sistem Psikofisik, menunjukkan bahwa kepribadian tidak hanyamental saja ata tidak hanya fisik saja, melainkan saling melakukan pengorganisasian yang mencakup pengoperasian tubuh dan jiwa yang berpadu secara tak terpisahkan menjadi kesatuan pribadi.
3.      Menentukan, menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari kecenderungan-kecenderungan menentukan yang memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu. “Kepribadian adalah sesuatu dan melakukan sesuatu …….. Ia adalah apa yang terletak dibalik tindakan-tindakan tertentu dan di dalam diri individu” (1937, hlm.48). Jadi, perilaku manusia dibangkitkan dari dalam oleh struktur kepribadiannya.
4.      Perilaku dan Pemikiran yang Khas, pengertian tersebut lebih mampu unutk mencakup banyak perilaku dan pemikiran entah berkaitan atau tidak dengan adaptasi terhadap lingkungan. Tentunya menekankan bahwa tidak ada dua manusia yang sama, dan karenanya satu-satunya cara mempelajari seorang individu tertentu adalah mempelajari individu tertentu itu sendiri.

C.           Titik Pijak Allport Melihat Kepribadian
Untuk mempelajari kepribadian seorang individu, Allport menggunakan tiga konsep berikut sebagai titik pijaknya :
1.      Karakter (Watak), didefinisikan Allport sebagai “kepribadian yang dievaluasi, sedangkan kepribadian adalah watak yang didevaluai”. Watak mengisyaratkan norma tingkah laku tertentu atas dasar mana individu-individu atau perbuatan-perbuatannya dinilai dalam konteks “baik” atau “buruk”.
2.      Temperamen, adalah komponen emosi kepribadian dan juga merupakan bahan mentah yang bersama dengan inteligensi dan fisik membentuk kepribadian. Hereditas berperan lebih besar dibanding aspek lain dan erat juga hubungannya dengan faktor-faktor biologis atau fisiologis, serta sedikit sekali mengalami perubahan seiring terjadinya perkembangan.
3.      Tipe Kepribadian. Tipe sendiri merupakan cara mengkategorikan individu dan kepribadian adalah sesuatu yang terdapat dalam diri manusia yang menyebabkannya bersikap dengan suatu cara. Jadi, kepribadian membangkitkan pola-pola perilaku yang bisa dideskripsikan sebagai tipe-tipe.

D.           Struktur dan Dinamika Kepribadian
Dalam teori Allport, struktur dan dinamika kepribadian tidak dapat dipisahkan pembahasannya seperti teori-teori sebelumnya. Karena struktur kepribadian diuraikan dalam bentuk sifat-sifat (traits), namun tingkah laku juga dimotivasikan atau digerakkan oleh sifat-sifat tersebut. Bagi Allport, sifat (trait) atau ciri pembawaan merupakan unit-unit pengukuran yang sanggup menghidupkan sintesis dalam teori kepribadiannya. Sifat didefinisikan Allport sebagai struktur neuropsikis yang memiliki kapasitas untuk menjadikan banyak stimulus ekuivalen secara fungsional dan memulai serta membimbing bentuk-bentuk tingkah laku adaptif dan ekspresif yang ekuivalen (yang konsisten dari segi maknanya).
Setiap orang memiliki pola sifat masing-masing, tidak ada dua manusia mempunyai pola sifat yang sama karena setiap individu menghadapi pengalaman-pengalaman yang berbeda. Sifat juga menjadi pemandu perilaku karena memengaruhi cara manusia dalam menghadapi beragam situasi. Sifat tidak dapat diamati, melainkan dapat disimpulkan dari tingkah laku individu. Beberapa kriteria yang mengasumsikan adanya sebuah sifat dalam diri manusia dapat dilihat dari, frekuensi seseorang mengadopsi sebuah tipe penyesuaian, jangkauan situasi dimana ia mengadopsi mode bertindak yang sama, dan intensitas reaksi-reaksinya untuk tetap mempertahankan “pola yang disukai” bagi perilakunya. Sifat bukan kebiasaan, karena kebiasaan memiliki arti yang lebih spesifik Sifat juga bukan merupakan sikap, karena sikap cenderung melibatkan evaluasi, penilain baik atau buruk, dan mengandung penerimaan atau penolakan, sedangkan sifat tidak seperti itu.
Pada tahun 1937, Allport mengganti istilah sifat untuk menyebut sifat-sifat individual dengan istilah “disposisi”, sehingga muncullah istilah disposisi-disposisi individual. Sedangkan istilah “sifat” digunakan untuk menyebut sifat-sifat umum yang pengertiannya lebih luas. Disposisi sendiri didefinisikan Allport sebagai “struktur neuropsikis yang memiliki kapasitas untuk menjadikan banyak stimulus secara fungsional ekuivalen, dan memulai serta membimbing bentuk-bentuk konsisten (ekuivalen) tingkah laku adaptif dan stilistik”. Setelah mempelajari berbagai disposisi-disposisi pribadi, Allport membedakannya dalam 3 tipe yaitu Disposisi Utama, Disposisi Sentral, dan Disposisi Sekunder.
1.    Disposisi Utama / Kardinal, bersifat sangat umum sehingga dapat ditemuui pengaruhnya dalam hamper di setiap kegiatan yang dilakukan seseorang. Jenis disposisi ini relative kurang biasa dan tidak akan dijumpai pada banyak orang. Istilah-istilah yang menggambarkan disposisi utama seperti, Faustian, Machiavellian, Quixotik, Sadistik, dan sejenisnya.
2.    Disposisi Sentral, dapat dikatakan sebagai sifat-sifat dasar yang dimiliki seseorang karena konsistensi perilakunya. Karena merupakan kecenderungan-kecenderungan sangat khas dari individu, yang sering berfungsi atau muncul, dan sangat mudah disimpulkan. Allport yakin setiap orang memiliki jumlah disposisi sentral dalam kisaran 5-10 sifat.
3.    Disposisi Sekunder, jarang mucul karena lebih sering terpusat pada respon-respon yang ditimbulkannya maupun pada stimulus-stimulusnya yang sesuai. Jangkauannya lebih spesifik dari disposisi kardinal dan disposisi sentral. Meliputi kecenderungan pribadi seperti makanan kesukaan atau model pakaian tertentu.

E.            Proprium
Dalam definisi kepribadian yang diutarakan Allport, terdapat kata “pengorganisasian dinamis” yang kemudian menjadi bahan dasar untuk membahas istilah proprium. Maksudnya disini adalah pengorganisasian dari berbagai struktur-struktur biologis dan juga psikologis. Berbagai aspek ini kemudian saling berkelanjutan dan diorganisasikan oleh suatu agen. Agen itu dulunya disebut jiwa (soul), kemudian seriring berkembangnya jaman disebut diri, jiwa/pribadi, dan ego. Namun kemudian Allport membuat istilah tersendiri untuk menyebutkan pengorganisasi kepribadian tersebut dengan istilah “Proprium”. Fungsi-fungsi propium dari kepribadian, yang termasuk didalamnya adalah perasaan jasmaniah, identitas diri, harga diri, perluasan diri, rasa keakuan, pemikiran rasional, gambaran diri, usaha proprium, gaya kognitif, dan fungsi mengenal. Sudah dijelaskan juga bahwa kepribadian selalu berubah dan berkembang, begitupun pemfungsian agen ini, yang dijelaskan terdapat 8 tahap dari manusia lahir hingga dewasa.
1.    Rasa “aku” badani (pada tahun pertama). Banyaknya sensasi yang dirasakan bayi, membuatnya tahu bahwa tubuhnya eksis (ada). Rasa diri jasmaniah berfungsi untuk membedakan apa yang merupakan bagian dari diri sendiri sehingga terasa hangat dan intim, serta dari yang asing bagi diri.
2.    Rasa identitas diri yang berkesinambungan (pada tahun kedua), artinya anak menyadari bahwa dirinya tetap sama meskipun ada perubahan dalam ukuran dan pengalaman mereka. Contohnya, pada usia ini anak belajar nama mereka yang bertindak sebagai jangkar identitas mereka dan menyadari status independennya di sebuah kelompok sosial.
3.    Rasa kepercayaan-diri (tahun ketiga), terlihat dari rasa bangga seorang anak ketika mereka berhasil melakukan sesuatu secara mandiri dan mulai mencari kebebasan akan pengawasan dirinya.
4.    Rasa perluasan-diri (pada tahun keempat), pada tahun ni anak mulai belajar rasa kepemilikan tidak hanya akan dirinya, melainkan juga orang-orang atau benda-benda disekitarnya seperti mainan, hewan piaraan, saudara, orang tua, dan lain-lain.
5.    Rasa gambar diri (pada tahun keempat sampai keenam), anak mulai belajar mengenai baik buruknya tindakan yang mereka lakukan, sesuaikah apa yang mereka lakukan dengan harapan orang lain akan tindakan mereka itu. Selain itu, mereka juga mulai merumuskan apa yang ingin mereka lakukan dimasa depan, seperti contohnya cita-cita.
6.    Munculnya diri sebagai penyelesai masalah yang rasional (tahun keenam sampai keduabelas), mereka mulai berpikir bagaimana berpikir, karena mereka mulai paham bahwa berbagai permasalahan yang mereka hadapi dapat dicari penyelesaiannya melalui proses berpikir.
7.    Munculnya perjuangan yang tepat ( pada tahun keduabelas sampai seluruh masa remaja), pada usia ini manusia remaja mulai berorientasi terhadap masa depan, ditandai dengan mulai munculnya intensi-intensi dan tujuan-tujuan jangka panjang, serta cita-cita yang masih jauh. Mereka belajar untuk lbih memaknai hidup dalam rangka pencapaian segala hal yang hendak mereka capai dan telah mereka rencanakan.
8.    Munculnya diri sebagai sesuatu yang mengetahui (masa dewasa), muncul ketika seorang dewasa sudah menyadari betul, menyatukan, dan mentransendensikan tujuh aspek diri yang sebelumnya. Artinya, mereka sudah bisa mensistensiskan semua fungsi yang tepat dengan cara yang tepat.

F.            Otonomi Fungsional
Otonomi fungsional didefinisikan Allport sebagai sistem motivasi bentukan apa pun dimana tegangan-tegangan yang terlibat tidak sama jenisnya dengan dengan tegangan-tegangan anteseden dimana sistem bentukan berkembang. Teori ini memperlihatkan kenapa orang dewasa sekarang terlibat di beberapa perilaku tidak sama alasannya dengan yang awalnya menyebabkan dia terlibat di perilaku tersebut. Untuk itu, Allport memiliki empat persyaratan bagi teori motivasi yang adekuat, yaitu
1.      Mengakui hakikat motif berlaku saat ini (kekinian), jadi apapun yang yang mendorong kita untuk berpikir atau bertindak haruslah mendorong kita sekarang juga.
2.      Memungkinkan eksisnya beberapa tipe motif (pluralistis), karena Allport bukan merupakan orang yang reduksionis yang berusaha mereduksikan semua motif menjadi sejumlah kecil dorongan organik.
3.      Mengakui pentingnya proses-proses kognitif,  memandang bahwa proses-proses kognitif seperti perencanaan dan intensi, dengan kekuatan dinamis. Allport menekankan pentingnya kesadaran, prposes kognitif sebagai pemandu perilaku.
4.      Mengakui bahwa pola motivasi setiap orang unik, sama halnya dengan sifat, tidak ada dua individu yang memiliki pola motivasi yang sama antara satu dan yang lainnya.
Kemudian Allport memilah otonomi fngsional kedalam dua tipe yaitu :
1.      Otonomi Fungsional Preserevatif, meliputi bentuk-bentuk kecanduan, perbuatan-perbuatan yang diulang-ulang, dan hal-hal yang rutin yang dulu pernah menjadi tujuannya, namun sekarang tidak lagi. Contohnya, seorang kakek yang tetap rutin bangun dipagi hari walaupun sudah pensiun dari pekerjaannya.
2.      Otonomi Fungsional Proprium, merujuk pada minat, nilai, tujuan, sikap, disposisi-disposisi pribadi, gambaran diri, dan gaya hidup. Sebuah cita-cita tidak bersifat bawaan, melainkan karena suatu gambaran diri yang terbentuk secara bertahap menuntut focus khusus yang menjadi sumber motivasi.

G.           Kepribadian yang Sehat, Matang, dan Dewasa
Menurut Allport, ada beberapa atribut yang diaykininya dimiliki oleh orang dewasa yang normal dan sehat, yaitu :
1.      Kapasitas bagi perluasan diri, digambarkan dengan banyaknya prtisipasi dalam berbagai kegiatan, mempunyai banyak teman dan hobi, serta aktif secara politis atau religius.
2.      Kapasitas bagi interaksi hangat dengan manusia lain, artinya mampu membangun hubungan dekat dengan orang lain tanpa adanya sikap yang berlebihan seperti posesi atau cemburu, memperlihatkan belas kasih, dan bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada diskitarnya.
3.      Memperlihatkan rasa aman emosi dan penerimaan diri, artinya mempunyai toleransi akan timbulnya konflik dan depresi yang tak terelakkan terjadi dalam hidupnya, serta memiliki gambar diri yang positif.
4.      Memperlihatkan persepsi-persepsi yang realistik, dapat diartikan dengan melihat keadaan sesuai dengan apa adanya, menampilkan akal yang sehat ketika menilai sebuah situasi, dan menentukan penyesuaian diri dengannya.
5.      Memperlihatkan objektivitas diri, digambarkan dengan memiliki gambaran yang akurat tentang aset dan liabilitas mereka sendiri, memiliki selera humor yang baik.
6.      Memperlihatkan penyatuan filsafat hidup. Menurut Allport, hidup orang dewasa yang sehat “diatur atau diarahkan menuju sejumlah tujuan yang dipilihnya sendiri. Setiap orang memiliki sesuatu yang cukup special untuk dihidupi, sebuah niat yang dianggap utama”.
Kepribadian menurut Teori Faktorial
Tokoh :


BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat  diperoleh adalah aliran psikologi gestalt awal mulanya bersumeber dari ditentangnya aliran behaviorist dan strukturalisme. Aliran ini menekankan bahwa suatu fenomena hendaknya dipandang secara keseluruhan dan tidak merupakan bagian-bagian. Pada aliran psikologi gestalt memiliki sebuah prinsip dimana prinsip tersebut menerapkan teori insight yang dikemukakan oleh Kohler. Teori ini menjelaskan bagaimana cara memecahkan masalah dengan cara berfikir.
Menurut Allport, kepribadian adalah pengorganisasian yang dinamis dalam diri individu atas sistem-sistem psikofosiknya, yang menentukan cara perilaku dan pemikiran yang khas. Pijakan Allport dalam mempelajari kepeibadian yaitu watak (karakter), temperamen, dan tipe kepribadian. Struktur dan dinamika kepribadian yang dipaparkannya terdiri dari trits-traits yang terbagi dalam 3 tipe yaitu disposisi cardinal, disposisi sentral, dan disposisi sekunder. Proprium adalah agen pengorganisasi seluruh funsi diri dalam membentuk kerpibadian masing-masing individu. Otonomi Fungsional adalah sistem motivasi bentukan apa pun dimana tegangan-tegangan yang terlibat tidak sama jenisnya dengan dengan tegangan-tegangan anteseden dimana sistem bentukan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

Hashim S., Razali M., Jantan R., (2003). Psikologi pendidikan. Kuala lumpur : PT Professional Publishing.
Chaplin J.P., (2008). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Boeree, C.G. (2007). Sejarah psikologi dari masa kelahiran sampai masa modern, cetakan kedua. Jogjakarata : Prismashopie.
Sarwono, Sarlito W. Berkenalan dengan aliran-aliran dan tokoh-tokoh psikologi. Jakarata : PT. Bulan bintang.
Hall, S. Calvin; Lindzey, Gardner (1993). Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Olson, Matthew H.; Hargenhahn (2011). Pengantar Teori Kepribadian Edisi Ke-8. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar